Semenjak adanya pandemi COVID-19, kita sering mendengar istilah Real Time PCR atau qPCR. Istilah ini disebut-sebut sebagai gold standart dalam deteksi virus COVID-19. Bukan hanya itu, peneliti di Indonesia juga sudah banyak menggunakan metode ini dalam penelitian biomolekuler seperti ekspresi gen.
Real Time PCR (qPCR) atau disebut juga Quantitative PCR adalah metode amplifikasi dan kuantifikasi asam nukleat dimana hasil PCR dapat ditentukan, secara real-time atau langsung, dan tidak membutuhkan manipulasi pasca PCR seperti elektroforesis maupun densitometri. Standar internal tidak diperlukan untuk mengukur jumlah DNA atau RNA yang ada dalam Real Time PCR. Kemampuan untuk mengukur DNA yang diamplifikasi selama fase eksponensial PCR, ketika tidak ada komponen reaksi dalam jumlah terbatas, menghasilkan peningkatan presisi dalam kuantifikasi urutan target. Quantitative PCR dapat mengukur konsentrasi awal DNA target pada kisaran 5 atau 6 kali lipat. Saat ini, batas deteksi ketika pewarna fluorescence digunakan adalah 10-100 salinan DNA cetakan dalam reaksi awal.
Faktor utama yang memungkinkan hal ini terjadi yaitu penggunaan pewarna fluorescence reporter dye untuk mengukur jumlah asam nukleat yang ada selama setiap siklus amplifikasi. Peningkatan sinyal fluorescence berbanding lurus dengan jumlah akumulasi eksponensial molekul produk PCR (amplikon) yang dihasilkan selama reaksi. Berdasarkan molekul yang digunakan, fluorescence reporter dye terbagi menjadi dua jenis yaitu double-stranded DNA (dsDNA) binding dyes dan probes.
Pada dsDNA binding dye, molekul warna tidak terikat dan tersebar dalam larutan. Molekul ini kemudian akan melekatkan diri pada untai DNA ketika terbentuk untai ganda. Molekul ini akan berikatan dan mengeluarkan sinyal fluorescence dengan intensitas lemah. Intensitas sinyal fluorescence akan naik sejalan dengan semakin banyak terbentuknya dsDNA. Pewarna jenis ini merupakan pewarna yang sederhana dan lebih murah, namun kelemahan utamanya yaitu pewarna baik produk spesifik (target) maupun produk non-spesifik sama-sama terdeteksi karena keduanya sama-sama memancarkan sinyal selama terbentuk untai ganda DNA. Double stranded DNA binding dye yang paling umum digunakan adalah SYBR® Green.
Berbeda dengan dsDNA binding dye, pada probe, molekul warna terikat pada suatu oligonukleotida yang dilabeli oleh reporter (Pelepas sinyal) dan quencher (penangkap sinyal). Pada saat reporter dan quencher berdekatan, reporter tidak akan melepas sinyal. Oligonukleotida ini kemudian akan melekat pada untai DNA di antara primer. Pada saat proses amplifikasi, DNA polymerase akan menempel pada reporter dan reporter akan terlepas dari oligonukleotida dan terpisah dari quencher. Reporter akan melepaskan sinyal fluorescence yang kemudian akan ditangkap oleh quencher. Sinyal yang ditangkap quencher inilah yang akan dideteksi oleh alat. Salah satu probe yang paling umum digunakan adalah TaqMan® Probes. Kelebihan probe dibanding dye yaitu probe dapat digunakan secara multiplex atau lebih dr 1 gen target, selain itu karena pada probe digunakan urutan DNA spesifik, maka hanya gen target saja yang akan mengeluarkan sinyal.
Tahap amplifikasi yang terjadi antara baik pada metode PCR dan qPCR sama. Keduanya juga sama-sama dapat memperbanyak sekuens pendek DNA dari jumlah sampel yang sedikit. Namun metode PCR konvensional lebih bersifat kualitatif. Metode ini digunakan hanya mendeteksi ada tidaknya materi genetik baik DNA maupun RNA dalam sampel yang dimiliki. Sedangkan pada metode qPCR dapat menentukan seberapa banyak materi genetik tersebut. Metode qPCR membutuhkan waktu yang lebih singkat disbanding metode PCR konvensional. Selain itu setelah proses amplifikasi, pada PCR konvensional masih perlu dilakukan elektroforesis untuk melihat hasilnya, sedangkan pada metode qPCR hasil dapat langsung dianalisis selama dan setelah proses amplifikasi berlangsung. Pada metode PCR konvensional pewarna yang digunakan yaitu ethidium bromide sedangkan pada qpcr pewarna yang digunakan yaitu fluorescence reporter dye.
Sekarang ini telah banyak produk Kit qPCR yang beredar di masyarakat, berikut perbandingan beberapa produk dengan kualitas yang sudah teruji.
Real Time PCR EasyTM-SYBR Green I cat QP-01012 (Foregene) dan SensiMix™ SYBR® Hi-ROX Kit cat QT605-05 (Bioline)
Real Time PCR EasyTM-SYBR Green I cat QP-01012 | SensiMix™ SYBR® Hi-ROX Kit cat QT605-05 | |
---|---|---|
Jumlah reaksi | 500 | 500 |
Volume per reaksi | 20 | 50 |
ROX opsional | Ada | Ada |
Waktu tiap siklus | 40 detik | 45 detik |
Jumlah siklus | 40 | 40 |
Pencegahan amplifikasi non-spesifik | Ada | Ada |
Intensitas fluorescence | 3-5 kali lebih tinggi | Normal |
Penyimpanan | -20˚C, namun bisa disimpan dalam suhu 4˚C | Hanya bisa disimpan pada suhu -20˚C |
SensiMix™ II Probe Kit cat BIO-83005 (Bioline) dan Real Time PCR EasyTMTaqman cat QP-01022 (Foregene)
Real Time PCR EasyTMTaqman cat QP-01022 | SensiMix™ II Probe Kit cat BIO-83005 | |
---|---|---|
Jumlah reaksi | 500 | 500 |
Volume per reaksi | 20 | 50 |
ROX opsional | Ada | Ada |
Waktu tiap siklus | 40 detik | 45 detik |
Jumlah siklus | 40 | 40 |
Pencegahan amplifikasi non-spesifik | Ada | Ada |
Probe yang sesuai | TaqMan® | TaqMan® , Scorpian® , Assay on Demand® , allelic discrimination, and molecular beacon probes |
Penyimpanan | -20˚C, namun bisa disimpan dalam suhu 4˚C | Hanya bisa disimpan pada suhu -20˚C |
Maddocks, S. & Jenkins, R. 2016. Understanding PCR A Practical Bench-Top Guide. Academic Press. Cambridge. 45-52
Nolan T, Bustin SA. 2013. PCR Technology: Current Innovations. 3. CRC Press
Whitcombe D, Theaker J, Guy SP, Brown T, Little S. 1999. Detection of PCR products using self-probing amplicons and fluorescence. Nat Biotechnol. 17(8):804-807. http://dx.doi.org/10.1038/11751