Mengenal Lebih Dekat 5 Tipe Hepatitis

Mengenal Lebih Dekat 5 Tipe Hepatitis

Hepatitis Adenovirus Indogen

Apa itu Hepatitis?

Hepatitis adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan pada organ hati, ini disebabkan oleh virus menular dan tidak menular yang dapat berakibat fatal bagi penderita berat. Ada lima jenis utama virus hepatitis, yang disebut sebagai tipe A, B, C, D dan E. Meskipun semuanya menyebabkan penyakit hati, mereka berbeda dalam hal penularan, tingkat keparahan penyakit, distribusi geografis dan pencegahan. Dari kelima tipe virus hepatitis, tipe B dan C paling banyak menyebabkan korban jiwa, ratusan juta orang mengalami penyakit kronis, kanker hati bahkan kematian. Berdasarkan data WHO, diperkirakan 354 juta orang seluruh dunia mengidap hepatitis B dan C.

 

5 Tipe Hepatitis

Hepatitis A (HAV)

Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Penularan virus ini dapat terjadi melalui fecal oral, yaitu feses yang mencemari sumber makanan dan minuman, tersebar juga karena adanya lingkungan masyarakat dengan sanitasi yang buruk dan personal hygiene yang rendah. Penyebaran virus ini secara sporadis dan epidemi musiman di seluruh dunia. Infeksi umum terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan kondisi sanitasi dan praktik higienis yang buruk, dan sebagian besar anak di bawah 10 tahun (90%) telah terinfeksi virus hepatitis A dan paling sering tanpa gejala.

Masa inkubasi virus hepatitis A biasanya 14–28 hari. Gejala penyakit ini ringan sampai berat, mulai dari demam, malaise, kehilangan nafsu makan, diare, mual, ketidaknyamanan perut, urin berwarna gelap, dan penyakit kuning (mata dan kulit menguning). Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami semua gejala tersebut. Pada orang dewasa sering mengalami gejala dibanding anak-anak. Dan kelompok lansia yang lebih sering mengalami hasil yang fatal. Anak-anak yang terinfeksi di bawah usia 6 tahun biasanya tidak mengalami gejala yang nyata, dan hanya 10% yang mengalami penyakit kuning. Hepatitis A kadang akan kambung lagi, artinya orang yang baru sembuh akan terjangkit kembali namun kondisi ini secara normal diiringi dengan pemulihan.

Kasus hepatitis A tidak dapat dibedakan secara klinis dari jenis hepatitis virus akut lainnya. Diagnosis spesifik dibuat dengan mendeteksi antibodi imunoglobulin G (IgM) spesifik HAV dalam darah. Tes tambahan dilakukan dengan teknik RT-PCR untuk mendeteksi RNA virus hepatitis A.  Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis A. Pemulihan dari gejala setelah infeksi mungkin lambat dan bisa memakan waktu beberapa minggu atau bulan. Pencegahan hepatitis A dengan imunisasi dan konsumsi makanan yang kaya akan nutrisi serta menjaga kebersihan lingkungan. Di Cina, sudah ada vaksin dari virus yang dilemahkan untuk hepatitis A. Namun belum ada vaksin yang diperbolehkan untuk anak usia kurang dari 1 tahun.

 

Hepatitis B (HBV)

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Virus ini dapat menyebabkan penyakit kronis hingga kematian akibat sirosis hati dan kanker hati pada penderitanya. Penularan virus hepatitis tipe B ini dapat melalui transfusi darah, terkena jarum suntik yang terpapar HBV dan transplantasi organ. Di daerah yang sangat endemik, hepatitis B paling sering menyebar dari ibu ke anak saat lahir (penularan perinatal) atau melalui transmisi horizontal (paparan darah yang terinfeksi), terutama dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak terinfeksi selama 5 tahun pertama. Infeksi hepatitis B tertinggi di Wilayah Pasifik Barat WHO dan Wilayah Afrika WHO, di mana masing-masing 116 juta dan 81 juta orang terinfeksi kronis. Enam puluh juta orang terinfeksi di WHO Wilayah Mediterania Timur, 18 juta di Wilayah Asia Tenggara WHO, 14 juta di Wilayah Eropa WHO dan 5 juta di Wilayah WHO Amerika. Kasus penyakit kronis yang diakibatkan oleh infeksi virus HBV paling banyak dialami oleh bayi dan anak usia dini (95%), sedangkan pada orang dewasa 5%. 

Masa inkubasi virus hepatitis B berkisar antara 30 hingga 180 hari. Virus dapat dideteksi dalam waktu 30 sampai 60 hari setelah infeksi dan dapat bertahan dan berkembang menjadi hepatitis B kronis, terutama ketika ditularkan pada masa bayi atau anak-anak. Virus hepatitis B juga dapat bertahan hidup di luar tubuh setidaknya selama 7 hari. Selama ini, virus masih bisa menginfeksi jika masuk ke tubuh orang yang tidak dilindungi vaksin. Pada umumnya orang yang terserang virus ini tidak mengalami gejala apapun saat baru terinfeksi. Namun, beberapa orang memiliki penyakit akut dengan gejala yang berlangsung beberapa minggu, termasuk menguningnya kulit dan mata (jaundice), urin gelap, kelelahan ekstrim, mual, muntah dan sakit perut. Orang dengan hepatitis akut dapat mengalami gagal hati akut, yang dapat menyebabkan kematian. Di antara komplikasi jangka panjang dari infeksi HBV, sebagian orang mengalami perkembangan penyakit hati, seperti sirosis dan karsinoma hepatoseluler yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.

Secara klinis, Hepatitis B sulit dibedakan dengan virus hepatitis lainnya oleh sebab itu dibutuhkan tes khusus laboratorium. Beberapa tes darah tersedia untuk mendiagnosis dan memantau orang dengan hepatitis B. Tes tersebut dapat digunakan untuk membedakan infeksi akut dan kronis. WHO juga merekomendasikan agar semua donor darah diuji hepatitis B untuk memastikan keamanan darah dan menghindari penularan yang tidak disengaja. Pencegahannya dengan imunisasi sejak bayi hingga balita (HBO, DPT1, DPT2, DPT3), dan menghindari faktor resiko. Vaksin hepatitis B yang tersedia saat ini dapat memberikan perlindungan 98 -100%. Infeksi hepatitis B kronis dapat diobati dengan obat-obatan, termasuk agen antivirus oral. Pengobatan dapat memperlambat perkembangan sirosis, mengurangi kejadian kanker hati dan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang. WHO merekomendasikan penggunaan pengobatan oral (tenofovir atau entecavir) sebagai obat yang paling ampuh untuk menekan virus hepatitis B. Kebanyakan orang yang memulai pengobatan hepatitis B harus melanjutkannya seumur hidup.

 

Hepatitis C (HCV)

Hepatitis C disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV). Infeksi virus ini menyebabkan penyakit akut dan kronis. Infeksi HCV akut biasanya tidak menunjukkan gejala dan sebagian besar tidak menyebabkan penyakit yang mengancam jiwa. Sekitar 30% (15-45%) dari orang yang terinfeksi secara spontan dapat bersih dari virus dalam waktu 6 bulan setelah infeksi tanpa pengobatan apapun. Sisanya 70% (55-85%) orang akan berkembang pada penyakit kronis. Dari mereka dengan infeksi HCV kronis, risiko sirosis berkisar antara 15% sampai 30% dalam waktu 20 tahun. Penularannya dapat terjadi melalui transfusi darah, tato, jarum suntik, berhubungan suami-istri. HCV tersebar di seluruh dunia. Angka penyakit tertinggi berada di Wilayah Mediterania Timur dan Wilayah Eropa, dengan 12 juta orang terinfeksi kronis di setiap wilayah. Di Wilayah Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat, diperkirakan 10 juta orang di setiap wilayah terinfeksi kronis. Dan 9 juta orang terinfeksi kronis di Wilayah Afrika dan 5 juta Wilayah Amerika. 

Masa inkubasi hepatitis C berkisar antara 2 minggu hingga 6 bulan. Setelah infeksi awal, sekitar 80% orang tidak menunjukkan gejala apapun. Mereka yang bergejala akut mungkin menunjukkan demam, kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntah, sakit perut, urin berwarna gelap, tinja pucat, nyeri sendi dan penyakit kuning (kulit dan bagian putih mata menguning). Pengujian serologi anti-HCV dapat menjadi awal pemeriksaan adanya infeksi virus. Selanjutnya jika hasil anti-HCV positif dapat dilanjut konfirmasi infeksi kronis dengan pemeriksaan RNA. Setelah seseorang didiagnosis dengan infeksi HCV kronis, untuk melihat tingkat kerusakan hati dilakukan biopsi hati atau melalui berbagai tes non-invasif. Ini bertujuan untuk para klinisi dalam menentukan pengobatan dan perawatan terhadap penyakit tersebut.

Pada orang yang baru terinfeksi virus HCV tidak selalu memerlukan pengobatan, karena respon imun pada beberapa orang dapat melawan virus tersebut. Namun, ketika infeksi HCV menjadi kronis, pengobatan diperlukan. WHO merekomendasikan terapi dengan pan-genotypic direct-acting antivirus (DAA) untuk orang di atas usia 12 tahun. Direct Acting Antiviral (DAA) merupakan jenis obat yang sekarang ini marak digunakan untuk menyembuhkan hepatitis C. Obat ini berfungsi sebagaimana antivirus secara umum yang melawan infeksi virus secara langsung. DAA dapat menyembuhkan sebagian besar orang dengan infeksi HCV, dan durasi pengobatannya singkat (biasanya 12 hingga 24 minggu), tergantung pada ada atau tidaknya sirosis. Pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari faktor resiko karena belum adanya vaksin untuk hepatitis C.

Hepatitis D (HDV)

Hepatitis D disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV), yang membutuhkan HBV untuk replikasinya. Infeksi hepatitis D tidak dapat terjadi tanpa adanya virus hepatitis B. Koinfeksi HDV-HBV dianggap sebagai bentuk hepatitis virus kronis yang paling parah karena lebih cepat menyebabkan kanker dan kematian organ hati. Penularan hepatitis D dapat terjadi dengan transfusi darah, jarum suntik dan transplantasi organ. Penularan dari ibu ke anak mungkin terjadi tetapi jarang. Diperkirakan HDV menginfeksi hampir 5% orang di seluruh dunia yang memiliki riwayat HBV kronis. Secara geografis, prevalensi hepatitis D tinggi di negara Mongolia, Republik Moldova, dan negara-negara di Afrika barat dan tengah.

Saat hepatitis akut, infeksi simultan dengan HBV dan HDV dapat menyebabkan hepatitis ringan hingga berat dengan tanda dan gejala yang tidak dapat dibedakan dari infeksi hepatitis virus akut lainnya. Gejala biasanya muncul 3-7 minggu setelah infeksi awal seperti demam, kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, urin berwarna gelap, tinja berwarna pucat, dan penyakit kuning (mata kuning), bahkan hepatitis fulminan (namun jarang terjadi pada hepatitis akut). Superinfeksi HDV pada hepatitis B kronis mempercepat perkembangan penyakit yang lebih parah pada semua usia (70-90% orang). Superinfeksi HDV mempercepat perkembangan menjadi sirosis hampir satu dekade lebih awal daripada orang dengan monoinfeksi HBV. Infeksi HDV dapat dideteksi dari tingginya kadar imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM)  anti-HDV, dan dikonfirmasi dengan deteksi RNA HDV dalam serum. Namun, diagnostik HDV tidak tersedia secara luas dan tidak ada standarisasi pengujian RNA HDV, yang digunakan untuk memantau respons pengobatan antivirus.

Saat ini pengobatan yang direkomendasikan untuk penyakit hepatitis D yaitu  Pegylated interferon alpha (PEG-IFNa). Pengobatan harus berlangsung selama 48 minggu terlepas dari respons pasien. Pengobatan ini dilakukan untuk mengurangi perkembangan penyakit yang lebih parah. Pencegahannya dapat dilakukan dengan imunisasi hepatitis B dan menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan penularan. 

Hepatitis E (HEV)

Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV). HEV memiliki jenis yang berbeda yaitu genotipe 1, 2, 3, dan 4. Genotipe 1 dan 2 hanya ditemukan pada manusia. Genotipe 3 dan 4 beredar di beberapa hewan termasuk babi, babi hutan dan rusa tanpa menyebabkan penyakit apapun, dan kadang-kadang menginfeksi manusia. Penularan hepatitis E melalui fecal oral, sanitasi buruk dan hygiene personal rendah. Infeksi hepatitis E ditemukan di seluruh dunia dan umum di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan keterbatasan air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan. Wabah penyakit ini juga telah terjadi di zona perang dan camp pengungsian, dimana kurangnya sanitasi dan pasokan air bersih. Di daerah dengan sanitasi dan suplai air yang lebih baik, infeksi hepatitis E jarang terjadi, dengan hanya sesekali kasus sporadis. Kasus sporadis ini disebabkan oleh virus genotipe 3 dan dipicu oleh infeksi virus yang berasal dari hewan, biasanya melalui konsumsi daging hewan yang kurang matang (termasuk hati hewan, terutama babi).

 

Masa inkubasi setelah terpapar HEV berkisar antara 2-10 minggu, dengan rata-rata 5-6 minggu. HEV ini memiliki gejala sebagai berikut:

Fase awal demam ringan, nafsu makan berkurang (anoreksia), mual dan muntah yang berlangsung selama beberapa hari; sakit perut, gatal, ruam kulit, atau nyeri sendi; penyakit kuning (warna kulit kuning), urin gelap dan tinja pucat; dan hati yang sedikit membesar dan nyeri tekan (hepatomegali). Gejala tersebut seringkali tidak dapat dibedakan dengan penyakit hati lainnya dan biasanya berlangsung 1-6 minggu. Jarang terjadi juga pada Hepatitis E akut dapat menjadi parah dan mengakibatkan hepatitis fulminan (gagal hati akut), ini beresiko kematian. Pada wanita hamil dengan hepatitis E, terutama pada trimester kedua atau ketiga memiliki resiko tinggi gagal hati akut, kematian janin dan kematian dirinya. Diperkirakan 20-25% wanita hamil dapat meninggal jika terkena hepatitis E pada trimester ketiga.

Menentukan infeksi Hepatitis E biasanya menggunakan antibodi anti-HEV imunoglobulin M (IgM) spesifik. Tes lanjutan dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi RNA virus hepatitis E dalam darah dan Tinja. Tidak ada pengobatan khusus untuk Hepatitis E akut, karena biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Kecuali pada hepatitis E kronis yang dialami oleh orang dengan hepatitis fulminan dan ibu hamil bergejala diperlukan perawatan di rumah sakit. Serta pada orang dengan imunosupresi perlu pengobatan khusus menggunakan ribavirin dan obat antivirus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan hidup sehat dan bersih, menjaga lingkungan tetap higienis dan tersanitasi. 

Inilah 5 tipe hepatitis yang telah diketahui secara umum, namun baru-baru ini telah beredar wabah hepatitis misterius yang masih dalam penyelidikan. Menurut data WHO, pada 21 April 2022, setidaknya sudah ada 169 kasus hepatitis akut misterius yang dilaporkan dari 11 negara di Wilayah Eropa dan satu negara di Wilayah Amerika. Kasus telah dilaporkan di Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara (Inggris Raya) (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (< 5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Prancis (2), Rumania (1), dan Belgia (1).

Baca juga Marker ELISA Kit untuk Hepatitis klik disini .

 

Referensi

  1. Hepatitis A WHO.
  2. Hepatitis B WHO.
  3. Hepatitis C WHO.
  4. Hepatitis D WHO.
  5. Hepatitis E WHO.
  6. Standard and pegylated interferon therapy of HDV infection: A systematic review and meta- analysis.