Sejak awal Mei 2022, lebih dari 200 kasus Monkeypox dikonfirmasi telah terdeteksi di setidaknya 19 negara. Wabah ini telah ditemukan di Eropa, Australia dan Amerika, dengan prevalensi terbesar di Eropa. Monkeypox merupakan endemik di 11 negara Afrika termasuk Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo dan Nigeria. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pekan lalu menyarankan untuk setiap otoritas memperluas pengawasan di negara-negara di mana penyakit itu biasanya tidak ditemukan. Investigasi epidemiologis monkeypox non-endemik ini masih berlangsung. Dugaan kasus yang dilaporkan sejauh ini belum memiliki hubungan perjalanan ke daerah endemik.
WHO memperkirakan akan ada lebih banyak kasus monkeypox terdistribusi luas di negara-negara non-endemik. Tindakan segera saat ini berfokus pada sosialisasi demografi individu dan komunitas yang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi. WHO juga merekomendasikan untuk memberikan panduan dan sarana untuk melindungi petugas medis dan petugas kesehatan lainnya. Distribusi penyebaran infeksi monkeypox belum jelas dipastikan jumlah sebenarnya dan diperkirakan kasus yang dilaporkan lebih sedikit dari jumlah kasus infeksi yang telah tersebar saat ini.
Monkeypox (cacar monyet) adalah patogen zoonosis yang menyebabkan demam ruam pada manusia. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada kera laboratorium Cynomolgus spp. (Macaca fascicularis) di Singapura pada 1958. Kasus pada manusia ditemukkan kemudian pada Agustus 1970 di provinsi Equateur, Republik Demokratik Kongo. Secara klinis, monkeypox memiliki gejala seperti smallpox (cacar) oleh Variola virus tetapi dengan sebagian besar pasien menunjukkan limfadenopati yang jelas terlihat. Meskipun gejala hampir serupa, monkeypox memiliki mortalitas lebih rendah sekitar 0-10% dibandingkan dengan smallpox dengan mortalitas 10-30%.
Monkeypox virus termasuk dalam genus Orthopoxvirus dari subfamili Chordopoxvirinae dan famili Poxviridae selain dari Variola, Cowpox, Vaccinia dan 27 spesies dan subspesies lain yang telah diidentifikasi. Virus ini merupakan virus DNA untai ganda (170–250 kbp) dengan virion berbentuk bata dengan lebar dan panjang secara berturut-turut sekitar 200 nm dan 250 nm. Inti virus berbentuk dumbbell dan dua badan lateral yang sifatnya tidak diketahui terlapisi oleh membran luar subunit lipoprotein tubular irregular. Ada lebih dari 100 polipeptida dalam virion yang terdiri dari protein inti, enzim lain, dan antigen.
Terdapat dua kelompok genom Monkeypox yang telah diidentifikasi:
Transmisi virus terjadi saat seseorang bersentuhan dengan virus dari hewan, manusia, atau bahan yang terkontaminasi virus. Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pernapasan atau selaput lendir. Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, persiapan dagin, kontak langsung atau kontak tidak langsung dengan komponen lesi. Penularan antar manusia diperkirakan terjadi terutama melalui pernapasan yang memerlukan kontak tatap muka yang lama. Metode penularan antar manusia lainnya termasuk kontak langsung dan tidak langsung dengan komponen lesi, seperti melalui pakaian atau permukaan benda yang terkontaminasi.
Monkeypox memiliki masa inkubasi sekitar 12 hari dengan kisaran 7-17 hari. Gejala monkeypox serupa dengan smallpox (cacar), tetapi biasanya lebih ringan. Manifestasi klinis biasanya dimulai dengan demam tinggi dalam beberapa hari, malaise, nyeri otot, sakit kepala dan perkembangan ruam makulopapular. Ruam muncul pertama kali pada mukosa orofaring, wajah, lengan bawah yang menyebar ke seluruh tubuh dan kaki. Lesi biasanya berkembang melalui beberapa tahap sebelum crusting dan detaching. Dalam 1-2 hari setelah munculnya, ruam menjadi vesikular dan kemudian menjadi pustular.
Penyakit ini biasanya berlangsung selama 2-4 minggu. Karakteristik utama yang membedakan antara monkeypox dan smallpox adalah keterlibatan nodus limfa. Pada laporan pasien afrika, 86% pasien tidak divaksinasi memiliki limfadenopati dan 54% pasien yang sudah divaksinasi. Limfadenopati biasanya berkembang bersamaan atau segera setelah timbulnya demam. Nodus limfa yang terlibat memiliki diameter sekitar 1-2 cm dan keras lunak saat ditekan.
Berdasarkan laporan klinis kasus monkeypox di Amerika Serikat, pasien dapat sembuh sendiri dalam jangka waktu 2-4 minggu. Namun, beberapa pasien terutama anak-anak dapat menderita gejala yang lebih serius dibandingkan orang dewasa. Selain itu, beberapa pasien juga dapat mengalami gangguan pernapasan atau kerusakan neurologis. Di Afrika, dilaporkan beberapa pasien juga mengalami deformasi luka, infeksi bakteri sekunder dengan septikemia, gagal pernapasan, keratitis ulseratif, kebutaan, dan ensefalitis.
Secara histopatologi, lesi kulit menunjukkan spektrum perubahan yang sesuai dengan perkembangan penyakit. Pada tahap awal, tampaknya epidermis akantolitik ringan dengan spongiosis dan degenerasi balon dari keratinosit basal. Perubahan berlanjut menjadi akantolisis dan nekrosis epidermis yang tebal. Campuran sel inflamasi yang dapat ditemukan di sekitar area vaskular, kelenjar ekrin, serta folikel epidermis dan dermis.
Secara imunohistokimia, antigen virus terdeteksi di dalam keratinosit yang terinfeksi dan adneksa dermal. Uji imunohistokimia menunjukkan antigen virus banyak ditemukan pada sel epitel permukaan lesi di konjungtiva dan lidah. Antigen virus di paru-paru banyak terdapat di sel epitel bronkus, makrofag, dan fibroblas. Replikasi virus aktif di paru-paru dan lidah telah ditunjukkan oleh laporan isolasi virus dan mikroskop elektron. Temuan ini menunjukkan bahwa baik pernapasan dan paparan mukokutan langsung merupakan rute penting penularan Monkeypox virus antara hewan dan manusia.
Di daerah endemik, diagnosis klinis monkeypox dapat dibuat hanya dengan melihat ruam spesifik secara seksama, distribusi lesi dan tahap perkembangan. Diagnosis definitif bergantung pada uji laboratorium, termasuk identifikasi morfologis dengan mikroskop elektron, evaluasi histopatologi dan uji imunohistokimia untuk antigen virus, uji serologi untuk antibodi, PCR standar dan real-time untuk DNA virus merupakan metode identifikasi yang banyak digunakan di dunia klinis. Identifikasi mikroskopis elektron partikel virus tidak dapat dilakukan untuk menentukkan species karena semua virion Orthopoxvirus memiliki penampilan yang sama. Evaluasi histopatologi dan uji titer antibodi penetralisir juga sulit untuk mengidentifikasi spesies. Metode molekuler adalah gold standard spesiasi virus-virus Orthopoxvirus karena setiap spesies memiliki peta DNA spesifik yang ditunjukkan oleh amplifikasi PCR dari berbagai segmen DNA genom diikuti dengan uji restriksi endonuklease amplikon.
Merk | Nama Produk | Katalog | Asam Nukleat | Platform | Ukuran |
---|---|---|---|---|---|
Liferiver | Monkeypox Virus Real Time PCR Reagent | ZD-0076-01 | DNA | LightCycler 1.0, LightCycler 2.0 | 25T |
Liferiver | Monkeypox Virus Real Time PCR Reagent | ZD-0076-02 | DNA | Berbagai Single & Multi-Color Systems | 25T |
Tabel 1. Kit PCR diagnosis Monkeypox (CE IVD) dari Liferiver
Imunitas silang protektif dari vaksin smallpox membuat vaksinasi menjadi metode pencegahan yang cukup efektif untuk hampir semua infeksi virus-virus Orthopoxvirus. Teknologi vaksin telah maju secara signifikan dari vaksin smallpox generasi pertama (vaksin smallpox Dryvax) ke generasi kedua yang diproduksi menggunakan teknik kultur sel modern yang merupakan vaksin virus hidup replikatif dengan profil kemanjuran dan keamanan yang setara dengan vaksin generasi pertama, contohnya ACAM2000®.Vaksin smallpox generasi ketiga adalah vaksin virus hidup yang telah dilemahkan untuk meningkatkan profil keamanan dan mengurangi risiko efek samping pada populasi berisiko tinggi, misalnya IMVAMUNE®. Terakhir, vaksin generasi keempat untuk mencakup subunit protein, DNA, dan vaksin rekombinan terhadap virus.
Belum ada pengobatan spesifik untuk infeksi monkeypox. Pengobatan lebih dikhususkan untuk pengobatan simtomatik dengan penggunaan obat antipiretik, analgesik dan antiseptik kulit. Obat antivirus dengan ijin belum dikomersilkan di pasaran publik. Obat antivirus berpotensi tinggi saat ini yaitu tetap Cidofovir® yang dipasarkan dengan nama Vistide®.. Namun, dalam manajemen kuratif infeksi monkeypox, Cidofovir tidak pernah diberikan karena memiliki efek nefrotoksik. Obat lain turunan Cidofovir (seperti HPMPO-DApy dan ST-246) juga telah menunjukkan beberapa kemanjuran pada riset in vitro terhadap infeksi Orthopoxvirus dan dapat diberikan secara oral tetapi belum mendapatkan izin edar farmasi untuk pengobatan monkeypox.