A. Mineral dan Gangguan Defisiensi Mineral pada Tubuh
Mineral adalah unsur-unsur yang diperoleh dari lingkungan luar khususnya melalui asupan makanan agar tubuh mampu berkembang dan berfungsi secara normal. Mineral umumnya ditemukkan dalam bentuk ion-ion dalam sistem tubuh. Kebutuhan mineral digolongkan menjadi dua jenis, yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral didefinisikan sebagai unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah miligram setiap hari, yaitunya natrium, kalium, klorida, kalsium, fosfor, dan magnesium. Semua makromineral berfungsi sebagai elektrolit dalam regulasi metabolisme dan sebagian besar mineral dapat ditemukan di tulang/gigi karena memiliki fungsi struktural.
Penggolongan selanjutnya kelompok mineral disebut sebagai mikromineral yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu trace mineral dan ultratrace mineral. Trace mineral mencakup besi, tembaga dan zinc. Ultratrace mineral terdiri dari kromium, mangan, fluorida, iodida, kobalt, sel enium, silikon, arsenik, boron, vanadium, nikel, kadmium, litium, timbal, dan molibdenum. Defisiensi mineral dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti rapuhnya struktur tulang dalam menyokong tubuh, tulang, penurunan sistem kekebalan tubuh dan lain sebagainya.
1. Besi
Defisiensi besi adalah kekurangan nutrien yang paling umum karena mempengaruhi dua pertiga dari semua anak dan wanita di seluruh dunia. Kekurangan zat besi yang cukup parah menyebabkan anemia dengan prevalensi 20-25% bayi, 40% wanita dan 25% pria. Defisiensi mineral ini umumnya banyak terjadi pada negara industri maju dan populasi berkembang.
Defisit zat besi terjadi ketika penggunaan zat besi atau kehilangannya lebih tinggi dibandingkan penyerapannya sehingga simpanan tubuh menjadi berkurang. Pada awal defisiensi besi, simpanan besi akan menurun namun morfologi eritrosit belum terpengaruh. Pada kondisi ini, ferritin serum (12-300ng/mL) masih berada dalam kesetimbangan karena simpanan jaringan masih ada. Setelah simpanan zat besi habis, serum besi akan menurun drastis dan transferin (protein transpor besi) akan meningkat, sehingga terjadi kenaikan kapasitas pengikatan besi total. Dengan demikian, eritrosit menjadi mikrositik dan normokromik, selanjutnya menjadi mikrositik dan hipokromik. Sensitivitas dan spesifisitas complete blood count, saturasi transferin, dan nilai feritin biasanya cukup untuk membuat diagnosis defisiensi besi tanpa perlu melakukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Kalsium
Kalsium adalah mineral penting dengan fungsi pivotal dalam sistem kerangka, kardiovaskuler, endokrin, dan neurologis. Sekitar 99% kalsium tubuh berada pada tulang, dimana tulang memberikan kekakuan dan struktur tubuh. Sisa kalsium akan digunakan dalam proses metabolisme, termasuk kontraksi pembuluh darah dan otot, transmisi sistem saraf, transportasi transmembran, aktivasi enzimatik dan fungsi hormonal.
Defisiensi kalsium biasanya dihubungkan erat dengan defisit vitamin D, baik karena makanan rendah kalsium atau kurangnya paparan sinar matahari. Vitamin D mempunyai fungsi penting dalam penyerapan kalsium di usus melalui jalur transeluler aktif dan berkontribusi dalam mempertahankan normokalsemia serta mineralisasi tulang. Selain itu, defisiensi Vitamin D juga berkaitan dengan terapi antikonvulsan (fenitoin dan fenobarbital) yang mengganggu metabolisme vitamin D. Malabsorbsi vitamin D pada penyakit Crohn dan Celiac juga merupakan penyebab lain dalam defisiensi kalsium.
Gangguan yang prevalen dalam defisit kalsium, yakninya rakhitis pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Ciri-ciri utama yang menonjol dari kedua gangguan yaitu mineralisasi matriks tulang yang tidak memadai. Individu yang menderita gangguan ini memiliki kecenderungan patah tulang, nyeri otot, nyeri tulang, tetani dan anak rakhitis dengan kelainan bentuk tungkai bawah.
3. Zinc
Zinc atau seng adalah mikronutrien penting bagi manusia dan berkontribusi besar dalam metabolisme protein, lipid, asam nukleat dan transkripsi gen. Peran zinc dalam tubuh manusia sangat luas mencakup aspek reproduksi, imunitas dan reparasi jaringan. Pada tingkat mikroseluler, zinc memiliki pengaruh signifikan pada fungsi normal makrofag, neutrofil, sel NK dan aktivitas komplemen. Meskipun banyak terkandung di dalam tubuh, zinc tidak dapat disimpan dalam jumlah besar sehingga membutuhkan asupan suplemen secara teratur dan konstan. Zinc dapat ditemukan dalam berbagai jenis makanan dengan jalur penyerapannya berbeda-beda tergantung substrat pembawa.
Defisiensi zinc merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, terutama di negara berkembang dengan tingginya malnutrisi. Di wilayah yang cukup maju, defisiensi zinc lebih dikaitkan dengan penuaan dan banyak penyakit kronis. Defisiensi zat ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, disfungsi seksual, inflamasi, gejala gastrointestinal atau gangguan pada kulit. Dalam mekanisme defisit zat, defisiensi dapat diperoleh dari gaya hidup atau diwariskan secara genetik. Defisiensi yang didapat dari pola hidup disebabkan oleh penurunan asupan, ketidakmampuan penyerapan mikronutrien, peningkatan kebutuhan metabolik atau kehilangan yang berlebihan. Selain itu, obat-obatan seperti penicillamine, berbagai diuretik, antibiotik tertentu, dan sodium valproate juga dapat menghambat penyerapan zinc ke dalam tubuh.
4. Natrium
Natrium atau sodium adalah kation aktif dalam proses osmosis selular dan salah satu elektrolit terpenting dalam cairan ekstraseluler. Natrium berperan regulasi volume cairan ekstraseluler ,dan potensi membran sel. Natrium digunakan dalam pertukaran dengan ion kalium melintasi membran sel sebagai bagian dari transpor aktif. Regulasi metabolisme natrium sendiri terjadi di ginjal melalui symporter natrium-klorida yang dipicu oleh aksi hormon aldosteron.
Terdapat dua jenis gangguan yang dikaitkan dengan natrium tubuh, yaitu hiponatremia (<135 mmol/L) dan hipernatremia (>145 mmol/L). Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang paling sering terjadi dengan manifestasi neurologis seperti sakit kepala, kebingungan, mual hingga delirium. Hipernatremia memiliki gejala seperti takipnea, kesulitan tidur dan gelisah. Perbaikan kadar natrium secara tiba-tiba dapat berakibat buruk karena berpotensi menimbulkan i edema serebral dan sindrom demielinisasi osmotik.
5. Kalium
Kalium atau potassium merupakan ion intraseluler terpenting selain natrium. Pompa natrium-kalium adenosin trifosfatase bertanggung jawab meregulasi homeostasis antara natrium dan kalium dengan memompa keluar natrium untuk digantikan dengan kalium. Pada ginjal, filtrasi kalium terjadi di glomerulus, reabsorpsinya di tubulus kontortus proksimal dan loop henle asendens serta sekresi di tubulus kontortus distal. Hormon aldosteron mampu meningkatkan sekresi kalium.
Gangguan yang berhubungan dengan kadar kalium tubuh yaitu aritmia jantung. Hiperkalemia terjadi ketika kadar kalium serum di atas 5,5 mmol/L yang menyebabkan aritmia. Kram otot, kelemahan otot, rhabdomyolysis, mioglobinuria menunjukkan tanda dan gejala hiperkalemia. Hipokalemia terjadi ketika kadar kalium serum di bawah 3,6 mmol/L dengan manifestasi gejala seperti kelemahan, kelelahan, dan kedutan otot.
6. Bikarbonat
Peran bikarbonat secara pivotal yaitu dalam menjaga status asam-basa darah. Ginjal juga meregulasi konsentrasi bikarbonat sekaligus menjaga keseimbangan asam-basa tersebut. Ginjal akan menyerap kembali bikarbonat yang disaring dan menghasilkan bikarbonat baru oleh ekskresi asam melalui ekskresi asam titrat dan amonia. Gangguan yang berkaitan dengan bikarbonate yaitu diare dimana sebagian besar bikarbonat dan elektrolit lain dapat hilang melalui ekskresi eksesif, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan regulasi asam-basa.
7. Magnesium
Magnesium dikategorikan dalam kation intraseluler dimana kontribusi aktivitas dalam metabolisme ATP, kontraksi-relaksasi otot, fungsi neurologis normal dan pelepasan neurotransmitter. Saat otot berkontraksi, magnesium memicu uptake kembali kalsium oleh ATPase dari retikulum sarkoplasma. Hipomagnesemia didefinisikan ketika kadar magnesium serum kurang dari 1,46 mg/dl. Hipomagnesemia dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol, gangguan gastrointestinal dan ginjal dengan gejala seperti aritmia ventrikel dan lainnya.
8. Klorida
Klorida merupakan anion yang banyak berada di cairan ekstraseluler. Ginjal juga berperan dalam meregulasi kadar klorida serum layaknya ion-ion yang disebutkan sebelumnya. Sebagian besar klorida yang disaring oleh glomerulus akan diserap kembali oleh tubulus proksimal dan distal melalui transpor aktif dan pasif. Klorida berperan dalam netralisasi muatan listrik dan tekanan cairan ekstraseluler dalam keseimbangan asam-basa tubuh.
Sekresi lambung terdiri dari klorida dalam bentuk asam klorida dan garam. Klorin mudah diserap selama pencernaan serta ekskresinya melalui keringat, ekskresi ginjal, dan ekspulsi usus. Selama kondisi suhu tinggi, simpanan klorin akan berkurang karena ekskresi keringat. Selain itu, deplesi klorida juga terjadi saat individu mengalami muntah, diare parah dan alkalosis serius yang menyebabkan akumulasi basa.
9. Fosfor
Fosfor dalam bentuk fosfat adalah kation cairan ekstraseluler dengan kadar fosfor hingga 85% dapat ditemukan pada gigi/tulang dalam bentuk hidroksiapatit. Fosfat berkontribusi penting dalam berbagai jalur metabolisme karena merupakan komponen adenosin trifosfat (ATP atau juga GTP) dan nukleotida. Regulasi fosfat serupa dengan regulasi Vitamin D3, PTH, dan kalsitonin. Ginjal adalah jalur utama ekskresi fosfor. Ketidakseimbangan fosfor dapat terjadi karena tiga proses: asupan makanan, gangguan pencernaan, dan ekskresi oleh ginjal.
10. Tembaga
Tembaga atau copper (kuper) adalah mineral yang dapat dijumpai di seluruh tubuh. Mineral ini membantu tubuh tubuh dalam produksi eritrosit, menjaga sel saraf dan menjaga imunitas tubuh. Selain itu, tembaga juga berkontribusi dalam pembentukan kolagen yang merupakan bagian penting dari tulang dan jaringan ikat.
Defisiensi tembaga klinis pada orang dewasa dapat terjadi, tetapi cukup jarang terjadi. Defisiensi tembaga paling sering disebabkan oleh konsumsi zinc yang mampu menghalangi penyerapan tembaga. Zinc pada makanan lebih diserap dibandingkan tembaga pada makanan. Defisiensi tembaga juga dapat terjadi secara sekunder akibat penyakit seperti diare kronis, diabetes, alkoholisme, dan hipertensi. Ibu mengandung dengan diabetes dilaporkan memiliki konsentrasi tembaga yang rendah dalam eritrosit. Selain itu, hipokupremia pada ibu juga sering terjadi pada kasus aborsi spontan atau pecahnya selaput janin dan plasenta. Indikator yang paling sensitif dari defisiensi tembaga klinis adalah tingkat seruloplasmin serum.
B. Biochemical assay Kit dalam Determinasi Defisiensi Mineral dan Ion Tubuh
Berikut Assay kit dari Elabscience dalam pengukuran kadar mineral dan ion-ion tubuh dalam membantu diagnosis dan prognosis defisiensi elektrolit dan mineral.
Tabel 1. Elabscience dengan Assay kit untuk determinasi defisiensi mineral dan ion
Katalog | Deskripsi | Ukuran |
---|---|---|
E-BC-K071-M | Total Iron Binding Capacity (TIBC) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K071-S | Total Iron Binding Capacity (TIBC) Colorimetric Assay Kit | 50Assays |
E-BC-K103-M | Calcium (Ca) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K137-M | Zinc (Zn) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K139-M | Iron Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K139-S | Iron Colorimetric Assay Kit | 100Assays |
E-BC-K162-M | Magnesium (Mg) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K162-S | Magnesium (Mg) Colorimetric Assay Kit | 100Assays |
E-BC-K189-M | Chlorine (Cl) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K207-M | Sodium (Na) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K207-S | Sodium (Na) Colorimetric Assay Kit | 200Assays |
E-BC-K245-M | Phosphorus (Pi) Colorimetric Assay Kit (Phospho Molybdate Method) | 96T |
E-BC-K245-S | Phosphorus (Pi) Colorimetric Assay Kit (Phospho Molybdate Method) | 100Assays |
E-BC-K279-M | Potassium (K) turbidimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K300-M | Copper (Cu) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K304-S | Ferrous Ion Colorimetric Assay Kit | 100Assays |
E-BC-K772-M | Total Iron Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K773-M | Ferrous Iron Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K775-M | Cell Copper (Cu) Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K880-M | Cell Total Iron Colorimetric Assay Kit | 96T |
E-BC-K881-M | Cell Ferrous Iron Colorimetric Assay Kit | 96T |
REFERENSI:
1. Hunt JR. 2005. Iron. in B. Caballero (Ed). Encyclopedia of Human Nutrition. 2nd Edition). Elsevier. pp. 82-89.
2. Wilson CS, Vergara-Lluri ME, Brynes RK. 2017. Evaluation of Anemia, Leukopenia, and Thrombocytopenia. Chapter 11. in E. Jaffe et al. (Eds.). Hematopathology. 2nd Edition. Elsevier. pp. 195-234.
3. Shlisky J, Mandlik R, Askari S, Abrams S, Belizan JM, Bourassa MW, Cormick G, Driller-Colangelo A, Gomes F, Khadilkar A, Owino V, Pettifor JM, Rana ZH, Roth DE, Weaver C. 2022. Calcium deficiency worldwide: prevalence of inadequate intakes and associated health outcomes. Ann N Y Acad Sci. 1512(1):10-28.
4. Smith ME, Morton DG. 2010. Digestion and Absorption. The Digestive System. 2nd Edition. Churchill Livingstone. pp. 129-152.
5. Maxfield L, Shukla S, Crane JS. 2022 (Updated). Zinc Deficiency. Stat Pearls.Treasure Island.
6. Shrimanker I, Bhattarai S. 2022 (Updated). Electrolytes. Stat Pearls. Treasure Island.
7. National Research Council (US) Committee. 2000. Health Effects of Copper Deficiencies. Copper in Drinking Water. National Academies Press.