Mikotoksin mewakili berbagai macam metabolit sekunder fungi yang banyak ditemukan dalam berbagai bahan makanan dan pakan selama kondisi sebelum dan sesudah panen. Kontaminasi mikotoksin dapat menyebabkan mikotoksikosis (akut, kronis), efek teratogenik, karsinogenik, estrogenik, neurotoksik, imunosupresif serta masalah kesehatan lainnya.
Mikotoksin merupakan tantangan kesehatan dan ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi seperempat pasokan pangan global. Sekitar 25% frekuensi sampel terkontaminasi pada kadar yang melebihi standar peraturan Uni Eropa dan Codex Alimentarius, serta 60–80% sampel keseluruhan mengandung mikotoksin. Sejak identifikasi aflatoksin penyebab penyakit Turkey-X sekitar 60 tahun lalu, negara-negara dengan sumber daya tinggi telah menerapkan mekanisme pengawasan dan pengaturan keamanan pangan ketat. Di daerah tropis dan subtropis, tanaman dan makanan sering terkontaminasi mikotoksin yang dihasilkan oleh fungi seperti aflatoksin, fumonisins, okratoksin A, trikotesena seperti deoxynivalenol dan zearalenon.
Berbagai survei mikotoksin telah mampu menganalisis berbagai macam makanan dan minuman, umumnya terfokus pada kontaminasi aflatoksin pada jagung dan kacang tanah karena kerentanannya. Meskipun demikian, sumber potensial mikotoksin sangat luas dalam jenis diet yang bervariasi, sehingga upaya pengawasan perlu diseimbangkan pada makanan-makanan dengan risiko paling jelas dan sumber-sumber lain yang memungkinkan.
1. Aflatoksin
Aflatoksin (AF) merupakan jenis mikotoksin yang sebagian besar berasal dari Aspergillus, terutama A. flavus dan A. parasiticus. Saat kondisi suhu dan kelembaban sesuai, fungi ini akan menginfeksi tanaman dan berkembang biak pada makanan selama penyimpanan. Fungi A. favus merupakan jamur penyumbang tertinggi untuk asal aflatoksin.
Terdapat 20 metabolit jamur yang diketahui dan 14 di antaranya sedang diteliti sebagai aflatoksin tipikal. Namun, hanya enam dari senyawa ini yang umum terdeteksi dalam makanan: aflatoksin M1, M2, B1, B2, G1 dan G2. Aflatoksin merupakan senyawa furocoumarin yang menunjukkan fluoresensi unik ketika terkena sinar ultraviolet.
Saat terkonsumsi, aflatoksin menempel pada protein hati yang dapat menyebabkan kanker hati. Toksin ini bersifat karsinogenik, hepatotoksik, mutagenik dan imunosupresif. Profil tingkatan toksisitas aflatoksin sebagai berikut B1 > M1 > G1 > B2 > M2/G2 dan seterusnya. Aflatoksin merupakan mikotoksin terkuat dari semua mikotoksin yang diketahui dengan efek toksikologis dan hepatokarsinogenik yang parah karena interaksinya dengan RNA, DNA, enzim, dan protein.
1. Fumonisin
Fungi patogen seperti Fusarium proliferatum, F. verticillioides dan spesies serupa, umumnya merupakan penghasil utama fumonisin dalam sereal (beras, barley, gandum, millet, oat, rye). Aspergillus niger menghasilkan fumonisin pada tanaman anggur, kacang tanah dan jagung. Terlepas dari prevalensinya pada banyak sereal lainnya dan produk biji-bijian (tortilla, jagung palsu dan keripik), produk jagung dan jagung mentah lebih rentan terhadap kontaminasi fumonisin. Kontaminasi fumonisin pada tanaman dan produk pangan sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi agroklimat.
Lebih dari 15 homolog fumonisin telah teridentifikasi, dimana fumonisin A, B, C, dan P adalah empat kelompok utama. Bentuk utama fumonisin yang ditemukan dalam makanan adalah FB1, FB2, FB3, dan B, yang mana FB2 dengan toksisitas tertinggi. Salah satu makanan yang paling sering terkontaminasi oleh FB1 dan FB2 adalah jagung dan produk turunannya. Namun, pemrosesan jagung mampu menurunkan kontaminasi hingga 50-60%.
FB1 tergolong senyawa karsinogenik 2B bagi manusia menurut International Agency for Research on Cancer (IARC). Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) telah menetapkan toleransi maksimum asupan harian fumonisin sebesar 2 g/kg berat badan per hari berdasarkan studi nefrotoksisitas pada tikus. FB1 telah ditemukan dalam berbagai makanan, termasuk bawang putih, kopi, bawang merah, kacang polong, kedelai, asparagus, buah ara kering, makanan ringan barley, susu, dan bir.
Dalam aspek toksisitas, fumonisin B2 dan B3 cukup sebanding dengan fumonisin B1. Gugus amino bebas tampaknya memainkan peran penting dalam fungsi biologis fumonisin B1. Kondisi panas dan lembab telah ditemukan dalam penelitian untuk meningkatkan konten FB1. Fumonisin terbukti sangat stabil pada jagung pada suhu berkisar antara 28,97 – 32,14 ℃, kelembaban antara 27,29 – 32,14% dan pH 5,5 – 6,0. Akibatnya, risiko kontaminasi FB1 terhadap pertanian semakin sering dilaporkan di negara-negara tropis.
Tabel 1. Standar referensi kimia untuk mikotoksin
Brand | Deskripsi | Katalog | Ukuran |
Sangon Bio | Aflatoxin G1 CAS: 1165-39-5 | A606676-0001 | 1mg |
Sangon Bio | Aflatoxin B2 CAS: 7220-81-7 | A606678-0001 | 1mg |
Sangon Bio | Aflatoxin G2 CAS: 7241-98-7 | A606679-0001 | 1mg |
Sangon Bio | Aflatoxin B1 from Aspergillus flavus CAS : 1162-65-8 | A606874-0005 | 5mg |
Sangon Bio | Fumonisin B1 CAS: 116355-83-0 | A606608-0005 | 5mg |
Sangon Bio | Fumonisin B2 CAS: 116355-84-1 | A606609-0005 | 5mg |
Cayman | Aflatoxin R0 CAS: 29611-03-8 | 20437 | 1mg |
Cayman | Aflatoxin M1 CAS: 6795-23-9 | 11297 | 1mg |
Cayman | Aflatoxin M2 CAS: 6885-57-0 | 11298 | 1mg |
Cayman | Aflatoxin B1 CAS: 1162-65-8 | 11293 | 1mg, 5mg |
Cayman | Aflatoxin B2 CAS: 7220-81-7 | 11294 | 1mg, 5mg |
Cayman | Aflatoxin G1 CAS: 1165-39-5 | 11295 | 1mg, 5mg |
Cayman | Aflatoxin G2 CAS: 7241-98-7 | 11296 | 2.5mg |
Cayman | Fumonisin B3 CAS: 1422359-85-0 | 20434 | 1mg |
Cayman | Fumonisin B1 CAS: 116355-83-0 | 62580 | 1mg, 5mg |
Cayman | Fumonisin B2 CAS: 116355-84-1 | 13227 | 1mg, 5mg |
Tabel 2. ELISA Kit dan Rapid Test (Lateral Flow) untuk Pangan dan Tanaman
Katalog | Deskripsi | Reaktivitas | Jenis Sampel | Ukuran |
E-TO-E006 | AF(Total Aflatoxin) ELISA Kit | Universal | Cereals, formula feed, edible oil, peanut, biscuit, beer, wine, soy sauce, vinegar | 96T |
E-TO-SP004 | AF(Total Aflatoxin) ELISA Kit | Universal | Serum, muscle, liver | 96T |
E-TO-E008 | AFB1(Aflatoxin B1) ELISA Kit | Universal | Cereals, corn skin, wheat bran, edible oil, peanut, biscuits, beer, wine, soy sauce, vinegar | 96T |
E-TO-SP002 | AFB1(Aflatoxin B1) ELISA Kit | Universal | Serum, muscle, liver | 96T |
E-TO-E007 | AFM1(Aflatoxin M1) ELISA Kit | Universal | Milk, milk powder, urine | 96T |
E-TO-E018 | AFM1(Aflatoxin M1) ELISA Kit | Universal | Milk, milk powder, yogurt, cheese, single cream | 96T |
E-TO-E020 | FB1(Fumonisin B1) ELISA Kit | Universal | Corn, feed | 96T |
E-TO-C005 | AF(Total Aflatoxin) Lateral Flow Assay Kit | Universal | Cereals, feed, oil | 80T |
E-TO-C006 | AFB1(Aflatoxin B1) Lateral Flow Assay Kit | Universal | Cereals, feed, oil | 80T |
E-TO-C001 | AFB1(Aflatoxin B1) Lateral Flow Assay Kit | Universal | Cereals, feed, oil | 80T |
E-TO-C009 | AFM1(Aflatoxin M1) Lateral Flow Assay Kit | Universal | Milk | 80T |
E-TO-C010 | FB1(Fumonisin B1) Lateral Flow Assay Kit | Universal | Cereals, feed | 80T |
Referensi:
Artikel Terkait: