HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.
Pendahuluan
Penyakit infeksi Human Immunodeficiency Virus & Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV & AIDS), saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia termasuk negara dengan peningkatan angka kejadian HIV & AIDS yang cukup tinggi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, jumlah kasus HIV (human immunodeficiency virus) di Indonesia diproyeksikan mencapai 515.455 kasus selama Januari-September 2023.
Sebagian besar penderita datang ke rumah sakit pada masa penyakit lanjut, sehingga diagnosis dan penatalaksanaannya terlambat. Berbagai jenis pengobatan dan upaya yang sudah dilakukan untuk menekan angka kejadian HIV & AIDS, tetapi sampai saat ini dianggap belum berhasil sepenuhnya sehingga angka kematian tetap tinggi.
Diagnosis HIV dan AIDS
Biasanya, dokter akan mengulangi atau melakukan beberapa macam pemeriksaan HIV untuk memastikan HIV/AIDS yang dialami oleh pasien. Lantaran, tes HIV ini tidak 100 persen langsung akurat hanya melalui sekali pemeriksaan saja. Skrining dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti di laboratorium. Jenis skrining untuk mendeteksi HIV adalah :
1. Tes Antibodi-Antigen
Tes antibodi-antigen atau Ab-Ag test merupakan kombinasi pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi protein p24 (antigen HIV) serta antibodi HIV-1 atau HIV-2 di dalam darah pasien.
2. Tes Asam Nukleat (NATs)
Pemeriksaan viral load (HIV RNA) bertujuan untuk menghitung RNA HIV yang berfungsi menggandakan diri. Tes ini mendeteksi keberadaan virus HIV di dalam tubuh dan dapat dilakukan 10 hari setelah terinfeksi. Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA yang berada di bawah 10.000 kopi per mililiter darah, menunjukan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat, tetapi kerusakan pada sistem kekebalan tubuh tetap terjadi.
3. Tes resistensi (kekebalan)
Beberapa subtipe HIV diketahui kebal terhadap obat anti HIV. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan obat anti HIV jenis apa yang tepat bagi pengidap.
4. Tes antibodi
Tes ini bertujuan untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan infeksi HIV. Beberapa jenis tes antibodi untuk mendeteksi infeksi HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
5. Hitung sel CD4
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih yang memiliki peran sangat penting bagi sistem kekebalan tubuh. Fungsinya adalah untuk membantu mengidentifikasi sekaligus menghancurkan patogen penyebab infeksi bakteri, jamur, dan virus. Sel CD4 juga akan memberi sinyal pada sel-sel imun lain jika suatu bahaya terjadi pada tubuh. Sel CD4 berperan penting dalam sistem imun, maka dari itu jumlah sel CD4 yang menandakan sistem kekebalan tubuh sehat.
Pemeriksaan IL-10 Plasma untuk Deteksi HIV/AIDS
Salah satu sarana diagnosis dan pemeriksaan untuk mengetahui status imun dan pemantauan pengobatan adalah pemeriksaan limfosit-T CD4+ (Cluster of Differentiation 4). Pemeriksaan jumlah limfosit- T CD4+ biasanya dilakukan dengan metode flowcytometry di laboratorium.
Pemeriksaan limfosit-T CD4+ ini memiliki beberapa kelemahan yaitu sampel yang diambil harus segar, bila terpaksa ditunda paling lama waktu pengambilan kurang 30 jam. Hasil pemeriksaan dipengaruhi faktor keluar air kemih siang hari (diurnal), kegiatan fisik, dan stres yang dapat berbeda setiap hari bergantung penyakit penyerta yang ada. Keterbatasan lainnya, pemeriksaan jumlah limfosit-T CD4+ belum tersedia di setiap laboratorium. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh beberapa laboratorium besar yang memiliki sarana flowcytometry atau mikroskop pendar fluor (fluorosens).
Keseimbangan antara T-helper 1 (Th1) dan T-helper 2 (Th2) terlibat dalam terjadinya penyakit HIV/AIDS. Pada peningkatan keparahan penyakit akan terjadi dominasi tanggap T-helper 2 (Th2). Sejumlah sitokin yang dihasilkan Th1 (IL-2, IL-12, dan IFN-g) akan menurun dan sejumlah sitokin yang dihasilkan Th2 (IL-4, IL-5, IL-6, IL-10) akan meningkat. Jumlah sitokin Th2 salah satunya adalah IL-10 yang dalam jumlah berlebihan justru bersifat proapoptosis dan ikut memicu penurunan jumlah limfosit-T CD4+ sejalan dengan peningkatan keparahan penyakit. Jadi, di satu sisi jumlah sitokin Th2 akan terus meningkat dan hasilan IL-10 juga akan meningkat sejalan dengan peningkatan keparahan penyakit.
ELISA Kit Human IL-10 dari merk Elabscience dan Fine Test
Dengan adanya penelitian tersebut, disarankan pemeriksaan IL-10 perlu dilakukan untuk meyakinkan user/dokter perihal tingkat perkembangan penyakit karena pada peningkatan keparahan penyakit juga disertai peningkatan kadar IL-10. Pemeriksaan limfosit -T CD4+ yang digabungkan dengan pemeriksaan IL-10 akan lebih bermanfaat dalam pelayanan untuk penderita. Di laboratorium yang belum memiliki sarana flow cytometry, pemeriksaan IL-10 diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pemeriksaan pengganti apabila pemeriksaan limfosit-T CD4+ tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan IL-10 dapat dilakukan dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pembacaan hasil dilakukan dengan ELISA reader gelombang 450 nm, sehingga didapatkan hasil berupa nilai serapan masuk (kepadatan optik/optical density/OD 450 nm.
Tabel 1. Perangkat ELISA kit IL-10 untuk Pemeriksaan HIV/AIDS
Brand | No. Katalog | Deskripsi Kit | Range Deteksi | ⅀ test |
Elabscience | E-EL-H6154 | Human IL-10 (Interleukin 10)ELISA Kit | 1.56-100 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-HSEL-H0005 | HS Human IL-10 (Interleukin 10) ELISA Kit | 0.78-50 pg/mL | 96T |
Fine Test | EH0173 | Human IL-10 (Interleukin 10) ELISA Kit | 7.813-500 pg/ml | 96T |
Fine Test | EH3264 | Human IL10Rβ (Interleukin 10 Receptor Beta) ELISA Kit | 31.25-2000 pg/ml | 96T |
Penelitian ini masih merupakan awal untuk mengetahui peran IL-10 dalam hubungannya dengan kegiatan penyakit HIV/AIDS dengan jumlah pasien terinfeksi HIV tahap tanpa gejala. Namun demikian, penelitian ini cukup bermanfaat memberikan penjelasan tentang IL-10 plasma pasien terinfeksi HIV. Pengukuran sitokin IL-10 dengan metode ELISA memiliki beberapa keuntungan. Metode ELISA memiliki sensitifitas lebih tinggi, reagen tersedia dalam bentuk kit dan hasil pemeriksaan diperoleh dalam beberapa jam, sehingga metode ELISA lebih disukai user/peneliti.
Artikel Terkait :
Marker ELISA kit Untuk Penyakit Hepatitis dan Retrovirus
50+ Marker ELISA kit Untuk In Vitro Diagnostik Merk Diasino
Isolasi dan Identifikasi Sel T Helper Perifer (Tph) dengan Flowcytometry
IL-10 (Human, Mouse, Rat) ELISA Kit
Referensi :