A. Wabah Monkeypox (Mpox) Terkini
Lonjakan global infeksi mpox (monkeypox) menjadi perhatian penting dalam ranah kesehatan masyarakat internasional, meskipun tidak sebaru wabah SARS-CoV, insiden kasus monkeypox menunjukkan peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir. Pada 2022, Inggris melaporkan kasus pertamanya yang melibatkan seorang individu yang kembali dari Nigeria. Demikian pula, kasus awal di India dikaitkan dengan individu dengan riwayat perjalanan, khususnya dari Uni Emirat Arab. Di Amerika Serikat, kasus infeksi pada tahun yang sama telah menarik perhatian dan sorotan media karena pelaporan kasus penularan seksual, meskipun dengan validitas ketersediaan data terbatas.
Mpox pertama kali diisolasi pada tahun 1958 dari wabah cacar vesikular di antara monyet cynomolgus penangkaran yang diimpor dari Singapura ke Denmark untuk penelitian vaksin polio. Infeksi monkeypox virus (MPVX) pertama pada manusia terdeteksi pada tahun 1970 pada seorang anak di Republik Demokratik Kongo. Sebelum kemunculan wabah global terkini, dari 1970 hingga 2003, kasus monkeypox bersifat endemik pada sebagian besar wilayah Afrika bagian tengah dan barat. Terdapat dua klade genetik MPXV, yaitu klade I dan klade II. Klade I umumnya ditemukan di Afrika Tengah, khususnya Kongo dengan gejala klinis parah dan angka mortalitas tinggi (4–11%). Klade II ditemukan terbatas di Afrika Barat dan kasus epidemi global tahun 2022, menyebabkan penyakit tidak terlalu parah dan angka kematian lebih rendah.
Dari Januari hingga Juni 2022, WHO mengkonfirmasi total 2.103 kasus dengan 1 mortalitas dari 42 negara. Antara Januari 2022 hingga Februari 2023, lebih dari 85.000 kasus dan 100 kematian dilaporkan di 110 negara dengan sebagian besar kasus di wilayah non-endemik Afrika, seperti benua Eropa dan Amerika. Pada September 2023, wabah mpox sub-klade Ib terdeteksi di bagian timur Kongo, yang kemudian didokumentasi dan dideteksi di Burundi, Kenya, Rwanda dan Uganda, baik penularan non-seksual dan seksual. Pada Agustus 2024, menurut data WHO terbaru yang diterima, jumlah kasus terkonfirmasi laboratorium setiap bulan mengalami peningkatan sebesar 1,6% dibandingkan dengan Januari dengan mayoritas kasus berasal dari Amerika Serikat (31,9%) dan Eropa (31,2%). Sedangkan informasi dari CDC Afrika mengumumkan bahwa setidaknya 13 negara Afrika telah melaporkan 2.863 kasus mpox dan 517 kematian hingga Agustus 2024. WHO menyatakan peningkatan mpox di Kongo dan negara-negara lain Afrika sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat dan mengkonfirmasi risiko penyebaran klade monkeypox baru di samping wabah klade lain.
B. Definisi dan Presentasi Klinis Monkeypox (Mpox)
Monkeypox atau mpox adalah penyakit menular zoonosis yang disebabkan oleh monkeypox virus (MPXV) dari genus Orthopoxvirus (OPXV) dan famili Poxviridae. Mpox dikarakterisasikan sebagai virus DNA untai ganda (dsDNA) berselubung protein dengan ukuran genom berkisar 197 kb yang mengkodekan hampir 190 protein. Genom tersebut terdiri dari dua daerah variabel di sisi kanan dan kiri, serta daerah genomik sentral besar yang ditempati oleh gen inti. Daerah variabel mengkodekan protein terkait virulensi dan menentukan rentangan inang yang nantinya akan membedakan antara mpox dan variola. Daerah inti mengkodekan protein struktural dan enzim esensial dengan 96,3% kesamaan dengan inti VACV.
MPXV dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dan dekat, darah, cairan tubuh, dan luka kulit atau mukosa. Presentasi klinis mpox sangat mirip dengan smallpox cacar juga dengan masa inkubasi 10-14 hari diikuti pembentukan ruam kulit selama dua hari (fase makula, poplitea, vesikular, dan pustular). Gejala mpox diawali dengan demam, sakit kepala, nyeri punggung disertai dengan ruam dan lepuhan kulit. Gejala-gejala ini mirip dengan infeksi variola virus (VARV), vaccinia virus (VACV), dan chickenpox (varicella-zoster virus). Dikarenakan kemiripan gejala klinis tersebut, diagnosa mpox melalui pengamatan klinis merupakan tantangan bagi klinisi.
Ruam MPXV spesifik dimulai sebagai lesi makulopapular dengan diameter 2-5 mm, diikuti dengan total beban lesi sangat tinggi (>500 lesi) hingga relatif lebih sedikit (<25). Lesi kulit biasanya berkembang menjadi papula, vesikel, pustula, dan krusta selama periode 14-21 hari, sebelum mengelupas dan meninggalkan bekas luka berpigmen. Anak-anak kecil, individu hamil dan orang-orang dengan gangguan imun memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala yang serius. Komplikasi mpox meliputi pneumonitis, ensefalitis, keratitis, dan infeksi bakteri sekunder.
C. Metode Deteksi dan Screening Infeksi MPXV
Metode saat ini untuk deteksi mpox meliputi isolasi virus, mikroskopi elektron, imunohistokimia dan PCR/RT-PCR. Pendekatan deteksi menggunakan metode-metode tersebut cukup andal untuk mengidentifikasi individu terinfeksi MPXV secara akurat serta mengendalikan penyebaran penyakit. Berbeda dengan SARS-CoV-2 yang merupakan virus untai tunggal RNA (ssRNA) yang dapat langsung memulai sintesis protein, mpox sebagai virus DNA untai ganda (dsDNA) harus mengkonversi DNA virus menjadi RNA sebelum mengekspresikan protein. Dengan demikian, mpox dapat bertahan lebih lama dalam tubuh sebelum menunjukkan gejala pada individu terinfeksi yang menyebabkan penyebaran infeksi sulit diketahui dalam komunitas. Namun dibandingkan virus RNA, deteksi virus DNA relatif lebih mudah dan akurat menggunakan metode PCR. Infeksi mpox dapat didiagnosa menggunakan teknik real-time RT-PCR dari spesimen lesi kulit (usapan, eksudat, kerak lesi). Selain itu, investigasi kontak dan serosurvei populasi, metode ELISA dan IFA dapat digunakan untuk mendeteksi Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG).
Tabel 1. PCR Kit diagnosis dan screening untuk infeksi MPXV
Katalog | Produk GENMARK | Ukuran |
MP-RT50 | geneMAP™ Monkeypox PCR Detection Kit, CE-IVD
Multiplex Real-time PCR System for detection of MPXV, 2-Plex (FAM, VIC) |
50T |
Berikut fitur geneMAP™ Monkeypox PCR Detection Kit dari GENMARK:
D. Pengobatan dan Pencegahan Mpox
Berdasarkan CDC, pertimbangan pengobatan MPXV dikhususkan pada individu dengan risiko tinggi penyakit parah, misalnya anak-anak, individu hamil menyusui, pasien imunodefisiensi, leukemia, limfoma, malignansi dan lainnya. Hingga saat ini, belum terdapat obat khusus berlisensi FDA untuk pengobatan infeksi MPXV. Namun, beberapa obat seperti, tecovirimat (komersial: TPOXX atau ST-246), brincidofovir (BCV), dan imunoglobulin vaksinia intravena (VIGIV) dapat digunakan sebagai pilihan terapi. Meskipun keefektifan obat antivirus dan vaksin smallpox tersebut belum dievaluasi sepenuhnya untuk mpox, kesamaan genetik antara virus mpox dan smallpox menjadikan alternatif tersebut dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah infeksi MPXV.
Pencegahan pertama mpox melibatkan penerapan isolasi, kebersihan pribadi, menghindari kontak langsung dengan kasus atau hewan terduga, serta menggunakan pelindung diri. Penyebaran kasus mpox baru-baru ini di wilayah non-endemik kemungkinan besar karena belum adanya kekebalan OPXV pada populasi tersebut. Berdasarkan beberapa studi observasional, WHO melaporkan bahwa vaksinasi terhadap smallpox 85% efektif dalam mencegah monkeypox. Sesuai rekomendasi WHO yang disebutkan sebelumnya, vaksinasi pra-paparan (JYNNEOS dan ACAM2000) hanya direkomendasikan bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar dan pekerja esensial medis.
E. Referensi