I. Pendahuluan
Departemen Farmasi FKUI menyelenggarakan kegiatan Webinar dan Workshop Studi in Vivo pada riset bahan alam di FKUI, Salemba, Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh civitas akademika, klinisi dan juga sektor swasta industri. Dalam kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut, diawali dengan kegiatan webinar yang dipandu oleh Prof. Dr. dr. Siti Farida, M.Kes., Ph.D. Berikut adalah pemateri dan materi yang disampaikan saat webinar hybrid.
Nama | Materi |
Dr. Dra. Puspita Eka Wuyung, MS | Penanganan dan Pengembangan Model Hewan Coba untuk Studi In Vivo |
Dr. apt. Desak Gede BK, M.Biomed | Pengembangan Sediaan Obat Herbal |
Setelah webinar, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan workshop ELISA, ekstraksi dan sistem pengantaran bahan alam, serta formulasi sediaan herbal. Para peserta juga diajarkan bagaimana menentukan dosis pada Studi In Vitro dan In Vivo, dan bagaimana aplikasi dosis In Vitro ke In Vivo (Prakiraan/Hipotesis).
II. Workshop ELISA
ELISA adalah pengujian untuk mendeteksi peptida, protein, antibodi dan hormon serta juga digunakan dalam pengukuran atau kuantifikasi pada sampel. Prinsip pengujian ELISA adalah pengujian dilakukan pada polystyrene plate 96 dengan penambahan enzim pada sampel tertentu sehingga ikatan antara antigen dengan antibodi dapat dideteksi. Enzim akan mengubah substrat yang tidak berwarna menjadi produk yang berwarna, yang menunjukan adanya ikatan antara antigen dan antibodi. Tipe-tipe ELISA terdiri atas beberapa yakni direct, indirect, sandwich, dan competitive.
Gambar 2. Pengenalan ELISA Kit brand Elabscience yang digunakan
(Dokumentasi Panitia, 2025)
ELISA yang digunakan dalam workshop ini adalah kit sandwich ELISA dari brand Elabscience untuk pengujian IL-6 (Interleukin 6) pada sampel Rat (E-EL-R0015). Adapun sampel yang digunakan berasal dari homogenat adiposa tikus. Dalam pengujian ini digunakan 7 well untuk standard, 1 well untuk blank, 3 well untuk sampel dan 1 well sampel ditambah standard sebagai kontrol positif.
Gambar 3. Kelompok Peserta ke-2 dalam workshop pengujian ELISA beserta tutor dari Departemen Farmasi Kedokteran FKUI dan PT Indogen Intertama
(Dokumentasi Panitia, 2025)
Adapun untuk prosedur kerja yang digunakan diadaptasi dari protokol kerja Elabscience dan disesuaikan (dimodifikasi) dengan waktu kegiatan yang tersedia. Berikut adalah gambaran protokol kerja yang dilakukan.
![]() Gambar 4. Sumur pada pengujian ELISA |
![]() Gambar 5. Hasil pembacaan pada ELISA Reader |
Setelah dilakukan pembacaan pada ELISA Reader, kemudian dilakukan diskusi terkait hasil yang didapat dari tiga kelompok peserta. Terkait hasil yang didapat dari ELISA Reader kemudian dapat diolah menggunakan aplikasi CurveExpert untuk menghasilkan Kurva Standar ELISA yang sesuai dengan perolehan data customer.
Gambar 6. Diskusi dan Analisis Hasil Pengujian ELISA Rat IL-6 oleh Tim PT Indogen
(Dokumentasi Pribadi, 2025)
III. Ekstraksi dan Sistem Penghantaran Bahan Alam
Salah satu cara ekstraksi untuk menghasilkan senyawa bahan alam adalah dengan cara maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam bahan alam dalam suhu kamar menggunakan pelarut tertentu, misalnya aquades, etanol, dan pelarut lainnya selama beberapa hari yaitu 3 – 5 hari, umumnya 3 hari. Sesekali dilakukan pengadukan atau sonikasi dalam ultrasonic bath. Ultrasonik dapat merusak dinding sel tumbuhan sehingga metabolit/kandungan senyawa keluar dari sel, dengan demikian proses ekstraksi jadi lebih cepat (WHO, 2018).
Gambar 7. Kegiatan Ekstraksi dan Pembuatan Etosom Ekstrak Herbal Kelompok 2
(Dokumentasi Panitia, 2025)
Adapun untuk alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut.
Alat: wadah maserasi, rotary evaporator, batang pengaduk, kertas saring, corong, beaker glass, gelas ukur dan erlenmeyer. Untuk bahannya meliputi simplisia (sampel), aquadest, dan etanol atau metanol.
![]() Gambar 8. Kegiatan Maserasi Bahan Alam |
![]() Gambar 9. Rotary Evaporator yang digunakan dalam proses ekstraksi |
Prosedur kerja secara umum meliputi:
Gambar 10. Hasil ekstraksi bahan alam melalui proses maserasi
(Dokumentasi Pribadi, 2025)
Bahan alam yang sudah diproses menjadi ekstrak, kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sediaan atau bentuk formulasi lainnya. Salah satu aplikasi yang dapat dimanfaatkan yakni untuk formasi topikal herbal. Penggunaan sediaan topikal herbal dalam pengobatan kulit semakin meningkat karena efek samping yang minimal dan kompatibilitas biologis yang baik. Namun, hambatan penetrasi kulit menjadi tantangan utama efektivitas bahan aktif herbal. Teknologi nanopartikel terutama sistem nano vesikel seperti liposom, etosom dan transfersom menawarkan solusi untuk meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif melalui rute topikal.
Gambar 11. Mekanisme kerja etosom sebagai penghantaran obat transdermal
(Almuqbil dan Aldhubiab, 2025)
Beberapa jenis nano vesikel pasif yang digunakan liposom yang terdiri dari fosfolipid dan kolesterol, bersifat biokompatibel namun kurang stabil. Etosom merupakan pengembangan sistem dari vesikel pertama yaitu liposom yang memiliki rigiditas dan kestabilan kurang baik. Kandungan etanol pada vesikel etosom dan interaksi dengan kandungan lipid pada kulit dapat berinteraksi secara sinergis lebih baik daripada liposom. Etosom mampu meningkatkan distribusi bahan aktif karena interaksi etanol dengan molekul lipid di wilayah gugus kepala polar menyebabkan suhu transisi lipid di stratum korneum menurun.
Dengan penghantaran etosom, etosom dapat dihantarkan ke lapisan kulit yang lebih dalam dengan meningkatkan fluiditas dan menurunkan kepadatan lipid multilapis. Lebih jauh, etanol juga dapat meningkatkan kehalusan dan fleksibilitas vesikel sehingga mampu memfasilitasi penetrasi yang lebih dalam.
Adapun prosedur kerja yang digunakan sebagai berikut.
Gambar 10. Proses Titrasi Dalam Pembuatan Etosom Ekstrak Herbal
(Dokumentasi Pribadi, 2025)
Gambar 11. Etosom dan suspensi yang terbentuk
(Dokumentasi Pribadi, 2025)
IV. Formulasi Sediaan Herbal
Ekstrak kental yang telah melalui berbagai pengukuran sesuai ketentuan dalam Materia Medika Indonesia (BPOM) dapat diformulasi ke dalam berbagai sediaan herbal, baik untuk obat dalam maupun obat luar. Sediaan herbal memiliki jenis formulasi yang berbeda-berbeda, berikut adalah gambaran untuk formulasi sediaan herbal yang dibuat dalam kegiatan workshop.
1. Gel
Gel adalah sistem semi/setengah padat yang terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel biasa terdiri atas bahan aktif dan eksipien seperti gelling agent.
Pembuatan gel dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang sudah dalam kondisi bersih. Kemudian, semua bahan ditimbang sesuai protokol dan ekstrak kental dihomogenkan dengan sedikit akuades. Selanjutnya, serbuk CMC-Na diaduk dengan sebagian aquades menggunakan mortar dan stamper hingga membentuk campuran kental kemudian didispersikan dengan sisa akudes, diaduk hingga membentuk gel yang sempurna. Setelah gel terbentuk, tambahkan ekstrak pegagan dan diaduk hingga homogen. Sediaan gel pegagan dimasukan ke dalam pot/wadah.
![]() Gambar 12. CMC Na dan Ekstrak Herbal yang digunakan |
![]() Gambar 13. Produk Gel yang Terbentuk |
2. Krim
Krim merupakan sediaan setengah padat yang diperuntukan untuk pemakaian luar. Krim secara umum terbagi atas Oil in Water (O/W) atau Water in Oil (W/O). Krim dengan tipe W/O adalah cold cream, dan krim tipe O/W adalah vanishing cream. Bahan-bahan penyusun dalam krim terdiri atas zat berkhasiat, fase minyak, fase air, dan bahan pengemulsi.
Untuk jenis sediaan krim yang dibuat adalah cold cream. Untuk bahan yang digunakan sesuai pada Gambar 14. Semua bahan kecuali aqua rosarum dimasukan ke dalam cawan proselen, lalu diaduk. Cawan porselen tersebut diletakkan di atas waterbath sampai semua bahan meleleh sambil diaduk-aduk. Mortar dan stamper kemudian dipanaskan dengan cara memasukan air panas ke dalam mortar dan stampernya. Setelah panas, air kemudian dibuang dan mortar stamper dikeringkan. Bahan yang sudah meleleh dimasukan ke dalam mortar sambil diaduk sampai homogen. Setelah dingin, aqua rosarum ditambahkan tetes demi tetes sambil diasuk terus menerus. Produk yang sudah jadi sesuai pada Gambar 15.
![]() Gambar 14. Bahan yang digunakan untuk pembuatan cold cream |
![]() Gambar 15. Cold Cream yang terbentuk |
Jenis krim lainnya yang dibuat adalah Salep. Untuk salep ini hanya menggunakan dua bahan yakni vaseline dan ekstrak herbal. Ketika semua bahan dan alat disiapkan dalam kondisi bersih, kemudian bahan ditimbang. Ke dalam mortar dimasukan vaselin dan ekstrak pegagan yang sudah ditimbang dan dihomogenkan. Campuran diaduk hingga homogen hingga terbentuk salep seperti Gambar 17. Sediaan kemudian dapat dimasukan ke dalam pot/wadah.
![]() Gambar 16. Bahan yang digunakan untuk pembuatan Salep |
![]() Gambar 17. Salep yang terbentuk
|
3. Ovula
Ovulasi adalah sediaan farmasi berupa supositoria berbentuk seperti ovum yang diberikan melalui rute vagina, biasanya untuk tujuan efek lokal.
Untuk bahan yang digunakan pada pembuatan jenis sediaan ini seperti pada Gambar 18. Ekstrak herbal yang kental dilarutkan dengan sedikit air. Semua bahan kecuali ekstrak dan PEG ditempatkan pada cawan porselin dan dicairkan di atas hotplate. Setelah cair, ditambahkan PEG 400 dan diaduk hingga homogen kemudian dibiarkan hingga dingin. Kemudian, ditambahkan ekstrak dan diaduk hingga homogen. Campuran yang masih cair dimasukkan ke dalam cetakan ovula kemudian dimasukan ke dalam freezer selama 15 menit. Hasil yang didapat sesuai dengan Gambar 19.
![]() Gambar 18. Bahan yang digunakan untuk pembuatan Salep |
![]() Gambar 19. Salep yang terbentuk
|
V. Animal Handling
Dr. Dra. Puspita Eka Wuyung, pemateri pada Webinar, menyampaikan pengenalan lebih lanjut terkait bagaimana cara memegang mencit dan tikus. Berikut adalah prosedur handling mencit dengan baik untuk menunjang kegiatan penelitian.
Adapun untuk memegang tikus diawali dengan tikus diangkat lalu diletakkan tangan pada bagian dada tikus. Ibu jari diletakkan di bawah rahang tikus agar tikus menjadi tenang.
Gambar 20. Pemaparan Materi Terkait Animal Handling oleh Dr. Dra. Puspita Eka Wuyung
(Dokumentasi Pribadi, 2025)
Hewan uji diperlukan untuk penelitian karena tidak praktis/etis menggunakan manusia untuk uji in vivo. Penggunaan model hewan dalam penemuan dan pengembangan obat berperan penting seperti untuk patofisiologi penyakit, identifikasi target obat, evaluasi agen terapeutik baru, toksisitas/keamanan, farmakokinetik, farmakodinamik, dan kemanjuran obat. Beberapa alasan penggunaan hewan untuk penelitian diantaranya:
Penelitian dengan hewan laboratorium harus dirancang dengan baik, efisien, dan dianalisis dengan benar dan secara etika diterima. Hewan yang sering digunakan dalam pengujian yakni mencit dan tikus. Mencit (Mus musculus) berbeda dengan tikus (Rattus norvegicus), berikut adalah perbedaan keduanya secara taksonomi.
Mencit | Tikus | |
Phylum | Chordata | Chordata |
Kelas | Mammalia | Mammalia |
Ordo | Rodentia | Rodentia |
Famili | Muridae | Muridae |
Genus | Mus | Rattus |
Spesies | Mus musculus | Rattus novergicus |
Mus domesticus |
Selain pengenalan handling, para peserta juga mendapatkan kesempatan untuk tour laboratorium dan fasilitas lainnya seperti melihat berbagai jenis kandang yang tersedia, ruang untuk pembedahan dan yang lain sebagainya.
Gambar 21. Pengenalan Fasilitas yang tersedia di Animal Research Facilities IMERI FKUI
(Dokumentasi Panitia, 2025)
Gambar 22. Dokumentasi Kelompok Peserta 2 dan Tim PT Indogen
(Dokumentasi Panitia, 2025)
VI. Referensi
Almuqbil, R. M., & Aldhubiab, B. (2025). Ethosome-Based Transdermal Drug Delivery: Its Structural Components, Preparation Techniques, and Therapeutic Applications Across Metabolic, Chronic, and Oncological Conditions. Pharmaceutics, 17(5), 583. https://doi.org/10.3390/pharmaceutics17050583
Tim Penyusun Workshop Dept. Farmasi Kedokteran FKUI. (2025). Buku Panduan Workshop: Studi In Vivo Pada Riset Bahan Alam.