Di masa transisi pasca pandemic SARS-Cov-2, di Indonesia saat ini dibumingkan dengan kemunculan kasus hepatitis misterius. Meskipun belum banyak kasus terjadi, namun penyakit hepatitis baru ini memiliki risiko angka morbiditas cukup tinggi khususnya karena terutama menyerang anak-anak. Prevalensi terbesar kasus penyakit hepatitis misterius ini yaitu di Inggris. Hingga saat ini belum diketahui secara secara pasti sumber penularan, namun sejumlah peneliti di Uni Eropa dan Inggris menduga terdapat kaitannya dengan hepatitis misterius pada anjing peliharaan. Dugaan awal penyebab penyakit hepatitis ini yaitu disebabkan oleh Adenovirus.
Sebagian anak-anak yang telah didiagnosa untuk penyakit tersebut menunjukkan hasil positif terhadap Adenovirus 41, meskipun tidak seluruh kasus menunjukkan infeksi Adenovirus 41. Adenovirus 41 yang menginfeksi anak-anak di bawah 10 tahun umumnya hanya menyebabkan diare dan muntah, sehingga untuk kasus positif Adenovirus 41 pada hepatitis anak-anak masih perlu ditelusuri lebih lanjut. Peneliti dan dokter mengajukkan dugaan bahwa kemungkinan terdapat hal yang memicu virus tersebut, varian atau jenis Adenovirus baru, racun dari alkohol, faktor lingkungan, atau bahkan semua gabungan faktor-faktor kemungkinan tersebut.
Pada 13 Mei 2022, ketua pakar mikrobiologi FKUI Dr. dr. Budiman Bela Sp.MK menyatakan bahwa untuk 7 sampel pasien yang ditemukan di Indonesia belum terdapat jejak identifikasi Adenovirus 41, namun jejak cytomegalovirus (CMV), Bacillus cereus, dan Legionella terdeteksi. Beliau menyampaikan bahwa hal ini kemungkinan dikarenakan bahwa deteksi sampel berupa plasma dan bukan whole blood, sehingga untuk kepastian perlu dilakukan pengujian kembali.
Adenovirus berasal dari famili adenoviridae dengan karakteristik virus relatif besar, ikosahedral, tidak berselubung, dan DNA untai ganda linear. Anggota keluarga tersebut diklasifikasikan menjadi tujuh spesies (A hingga G). Terdapat lebih dari 60 serotype Adenovirus pada manusia telah diidentifikasi berdasarkan determinan antigenik dengan uji netralisasi dan hemaglutinasi. Adenovirus dapat dijumpai hampir di semua lingkungan dengan implikasi dengan penyakit saluran pernapasan atas pada anak-anak. Selain itu, manifestasi lain dari infeksi Adenovirus yaitu keluhan gastrointestinal, oftalmologi, genitourinaria dan neurologis.
Penularan Adenovirus dapat terjadi melalui tetesan aerosol, transmisi fekal-oral, dan benda terkontaminasi. Untuk transmisi selama kelahiran bayi melalui paparan sekresi saluran serviks cukup jarang terjadi. Virus tersebut dapat bertahan dalam waktu yang lama pada permukaan benda dan tahan terhadap desinfektan lipid, namun terinaktivasikan oleh panas, formaldehid, dan pemutih. Infeksi Adenovirus dimulai dengan interaksi protein fiber virus dengan beberapa reseptor sel inang yang menghasilkan perlekatan sel dan internalisasi virus. Setelah interaksi, endositosis partikel virus terjadi yang diikuti dengan proses uncoating, yaitu penguraian kapsid protein di endosom oleh protease virus. Adenovirus kemudian ditranslokasi (bergantung dynein) di sepanjang mikrotubulus melalui sitoplasma menuju nukleus.
Spektrum penyakit klinis yang disebabkan infeksi Adenovirus menjangkau berbagai aspek berbeda bergantung dengan usia, status kekebalan dan karakteristik populasi. WHO melaporkan bahwa seperlima infeksi Adenovirus berasal dari serotipe 7 dan 14 yang mampu menyebabkan wabah. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah yang gejala yang paling umum dari infeksi Adenovirus, sedangkan pneumonia dan diare adalah fatal pada bayi. Selain itu ISPA, faringokonjungtivitis, sistitis hemoragik dan adenitis mesenterika juga sering terjadi pada anak-anak. Keratokonjungtivitis epidemi dan ARDS adalah penyakit akibat Adenovirus yang utama diperhatikan untuk rekrutan militer muda. Pasien immunocompromised juga rentan terhadap meningoensefalitis, nefritis interstisial, hepatitis, miokarditis, neutropenia, gastroenteritis dan koagulasi intravaskular diseminata. Peningkatan aktivasi sistem imun akibat infeksi, terutama makrofag, dapat mengakibatkan limfohistiositosis hemofagositosis.
Adenovirus serotipe 41 bersamaan dengan serotipe 40 (human adenovirus F, HAdV-F) umumnya menyebabkan masalah gastroenteritis akut pada bayi dan anak kecil di seluruh dunia. Wabah gastroenteritis akut akibat serotipe sering ditemukan pada lokasi perkumpulan, seperti sekolah, perkemahan dan tempat penitipan anak. Sama halnya dengan rotavirus dan norovirus, Adenovirus menjadi salah satu penyebab utama gastroenteritis akut yang disebabkan virus. Prevalensi tertinggi lokasi peradangan terletak ileum terminal di mana limfosit usus di lamina propria dianggap sebagai nidus (pusat infeksi) dan epitel sebagai situs utama untuk proliferasi.
Adenovirus gastroenteritis ini ditularkan melalui rute fekal-oral karena virus dikeluarkan bersamaan dengan feses. Periode inkubasi virus di dalam tubuh selama 3 sampai 10 hari. Penularan virus rendah dengan kontak dekat di antara penghuni rumah yang sama. Pelepasan virus hanya terjadi selama tahap akut penyakit saja dan adenovirus jarang ditemukan di feses beberapa minggu setelah sembuh dari gastroenteritis.
Hingga saat ini belum ditemukan obat yang bener-benar dapat mengobati infeksi Adenovirus ini. Namun, beberapa laporan terbaru menunjukkan bahwa cidofovir memiliki kemungkinan efektif melawan Adenovirus tetapi belum terdapat uji terkontrol dan izin penggunaan. Adenovirus resisten terhadap desinfektan lipid, tetapi terinaktivasi oleh formaldehida dan klorin. Selain itu, Adenovirus sangat resisten terhadap inaktivasi dan hanya dapat diinaktivasi dengan panas hingga 56 °C selama 30 menit, 60 °C selama 2 menit, autoklaf dan radiasi UV.
Sebagian besar infeksi Adenovirus dapat sembuh dengan sendirinya. Infeksi jarang menyebabkan infeksi serius pada orang dewasa dan anak-anak yang sehat. Akan tetapi, risiko morbiditas dan mortalitas meningkat ketika virus menyerang inang dengan immunocompromised, misalnya neonatus, bayi dan pasien immunocompromised (terutama pasien transplantasi alogenik). Rekomendasi umum kepada masyarakat untuk pencegahan penularan termasuk mencuci tangan yang benar setelah kontak dengan orang sakit, menutup mulut dan hidung ketika batuk/bersin, dan menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit. Untuk potensi infeksi dari kolam renang, disarankan untuk menjaga kadar klorin memadai untuk mencegah wabah konjungtivitis.
Di masa lalu, infeksi Adenovirus cukup sulit didiagnosa sehingga beberapa infeksi diobati dengan salah dengan antibakteri. Adanya uji fluoresen langsung (DFA) dari panel uji virus pernapasan telah merevolusi diagnosa infeksi Adenovirus. Namun kekurangan dari DFA, yaitu sensitivitas yang rendah dan kultur virus tetap memakan waktu lama sehingga mempengaruhi penilaian dan manajemen klinis. Dengan demikian, metode alternatif DFA sebagai skrining klinis rutin yaitu teknik berbasis PCR yang cepat dan lebih dapat diandalkan.
Meskipun demikian, metode gold standar untuk infeksi virus apapun tetap kultur virus, kecuali beberapa virus dari famili Adenovirus yang menunjukkan efek sitopatik pada cell line epitel seperti HeLa dan HEp2. Karena waktu yang lama, kultur virus menjadi proses yang membosankan dan proses transportasi yang cukup sulit. Proses transport virus membutuhkan media transport virus khusus, diletakkan di atas es untuk mencegah pengeringan sampel yang dapat kontaminasi bakteri tumbuh berlebihan. Selain itu, diagnosa pasien pasti terkadang memerlukan biopsi jaringan untuk menunjukkan karakteristik histopatologis untuk mendapat bukti seperti inklusi intranuklear.
Berikut kami merekomendasikan beberapa sarana produk pengujian menggunakan beberapa metode dalam determinasi, deteksi dan identifikasi Adenovirus pada sampel spesimen klinis: