Pengaruh signifikan akibat perubahan iklim seperti penggurunan, peningkatan salinitas tanah, peningkatan CO₂, ketidakseimbangan hara (toksisitas dan defisiensi mineral), dan efek polutan menyebabkan perubahan dramatis pada lingkungan lahan pertanian. Saat ini, beberapa tempat di belahan dunia mengalami krisis keterbatasan pasokan makanan di mana pertumbuhan populasi terus meningkat. Peneliti diharuskan untuk memfokuskan solusi yang dapat membantu tanaman mengatasi stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan tersebut.
Stres pada tanaman adalah suatu keadaan fisiologis yang disebabkan perubahan lingkungan ekstrem atau konstan yang mengubah pola fisiologis dan adaptif tanaman. Jenis perubahan lingkungan umumnya disebut dengan faktor abiotik yang terdiri dari variasi suhu, kelembaban, garam, pH tanah, radiasi, polutan dan kerusakan mekanis. Semua stres lingkungan ini menghasilkan reaksi fisiologis dalam skala seluler dan molekuler. Stres abiotik ini juga menyebabkan kerugian besar dalam bidang agrikultur di seluruh dunia karena berdampak negatif terhadap perkembangan dan produktivitas tanaman.
Respons terhadap stres abiotik terjadi pada semua level organisasi. Respons level seluler terhadap stres meliputi penyesuaian sistem membran, modifikasi dinding sel, perubahan siklus sel, pembelahan sel, dan sintesis molekul endogen spesifik. Molekul endogen yang disintesis umumnya memiliki berat molekul rendah untuk mengatur respon pelindung tanaman terhadap stres, misalnya asam salisilat, asam jasmonat, etilen, dan asam absisat.
Pada level molekuler, respons juga mencakup ekspresi gen yang diinduksi stres yang berperan dalam perlindungan tanaman secara langsung terhadap stres. Gen yang diinduksi stres abiotik dapat dibagi menjadi dua kelompok besar sesuai fungsi produknya.
Salinitas tanah yang tinggi merupakan salah satu faktor lingkungan penting yang membatasi distribusi dan produktivitas tanaman. Faktor ini dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk mengambil air dari tanah, sehingga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan karena distribusi sinyal hormonal yang dihasilkan oleh akar terganggu. Dalam mengatasi masalah ini, strategi utama yang dilakukan adalah dengan menanam kultivar tahan garam pada lahan tersebut. Terdapat beberapa strategi untuk meningkatkan toleransi stres abiotik pada pada tanaman:
Metode paling efisien dalam mengatasi stres salinitas adalah melalui pendekatan transgenik. Penelitian transgenik mendorong perubahan level ekspresi gen natif atau dengan memasukkan gen eksogen untuk target sifat yang diinginkan. Hasil stres salinitas yaitu aktivasi gen diinduksi-garam, seperti faktor transkripsi, bZIP, LEA, RING zinc-finger serta produksi dan akumulasi osmolit. Akumulasi osmolit mampu mengurangi dampak merugikan dari stres salinitas dengan menurunkan potensi air sel atau dengan melindungi berbagai struktur seluler dan protein. Enzim katalis dalam proses biosintesis osmolit dianggap sebagai efektor toleransi stres salinitas. Osmolit umum yang disintesis antara lain, prolin, glisin-betain, trehalosa, dan alkohol gula (manitol dan sorbitol).
Prolin adalah asam amino yang secara luas ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Asam amino ini berperan sebagai respons terhadap tekanan lingkungan terutama stres salinitas/osmotik dan biasanya terakumulasi dalam jumlah besar. Fungsi prolin yaitu berkontribusi pada stabilisasi protein, membran dan struktur subselular dalam sitosol, serta melindungi fungsi seluler dengan memungut ROS. Prolin juga diketahui menginduksi ekspresi gen responsif stres salinitas. Akumulasi prolin dapat disebabkan oleh sintesis de novo dan/atau degradasi dari glutamat dan ornithine. Enzim yang berperan dalam sintesis proline yaitu pyrroline-5-carboxylate synthetases (P5CS) dan pyrroline-5-carboxylate reductases (P5CR). Ornithine adalah prekursor alternatif untuk prolin selain dari glutamat.
Glisin betain (GB) adalah turunan amonium kuaterner tersubstitusi-N dari glisin yang ditemukan pada bakteri, archaebacteria hemofilik, invertebrata laut, mamalia dan tanaman. Pada tanaman, GB terakumulasi dalam jumlah besar sebagai respons terhadap stres abiotik, terutama terhadap stres salinitas/osmotik. Pada tumbuhan tingkat tinggi, GB disintesis dan diakumulasi dalam kloroplas dari serin melalui etanolamin, kolin, dan betain aldehid. Pada kloroplas GB berperan penting dalam penyesuaian dan perlindungan membran tilakoid. Dengan konsentrasi yang lebih rendah, GB secara efektif mampu menstabilkan struktur kuartener enzim dan protein kompleks.
Stres abiotik mampu menghambat perkembangan dan pertumbuhan tanaman dengan mengganggu aktivitas akar dan hormon auksin. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan aplikasi L-triptofan (β-3-indolila alanin). L-triptofan merupakan asam amino esensial yang berfungsi sebagai prekursor biosintesis auksin (hormon pertumbuhan). Pengaruh pemberian L-triptofan dapat dilihat pada studi Paprika merah (Capsicum annuum) dan bit gula (Beta vulgaris) dengan kondisi stres salinitas tinggi. Tanaman yang diberi L-triptofan mengalami peningkatan tinggi tanaman, panjang akar, tunas, dan akar, disamping peningkatan kadar klorofil dan karotenoid. Selain itu, bobot buah yang dihasilkan lebih tinggi.
Trehalose adalah disakarida non-reduksi yang terdiri dari dua molekul glukosa dihubungkan oleh ikatan α, α (1-1). Disakarida ini diketahui berperan sebagai protektan stres abiotik pada berbagai organisme, termasuk bakteri, jamur, invertebrata dan tumbuhan. Proteksi yang diberikan trehalose bekerja dalam stabilisasi susunan membran dan lipid, serta dalam stabilisasi makromolekul biologis. Biosintesis trehalosa pada tanaman dikatalisis oleh dua enzim utama: trehalose-6-phosphate synthase (TPS) dan trehalose-6-phosphate phosphatase (TPP). Pada studi menggunakan beras dan jagung, trehalose eksogen secara berturut-turut dapat memulihkan bibit padi dari cekaman salinitas dan mengurangi dampak stres salinitas pada aktivitas metabolisme bibit jagung.
Glutathione atau GSH (γ-l-glutamyl-l-cysteinylglycine) adalah tripeptida dengan berat molekul rendah yang dapat ditemukan hampir pada berbagai organisme. Molekul GSH terdiri dari asam amino esensial glutamin, sistein, dan glisin, meskipun beberapa tanaman menunjukkan variasi lain yang disebut homoglutathione dengan sifat biologis yang sama. Fungsi utama GSH pada tanaman selama stres abiotik adalah detoksifikasi ROS, pembentukan fitokelatin pengikat logam berat, detoksifikasi metilglioksal, dan sebagai reservoir sistein.
Asam sitrat (CA) merupakan intermediet awal dari siklus TCA, disintesis oleh sitrat sintase dari kondensasi oksaloasetat dan asetil KoA. Molekul ini merupakan antioksidan ringan yang juga dapat mengikat logam seperti Cu, Pb, dan aluminium dalam kondisi stres logam berat dan salinitas. Masalah yang disebabkan oleh salinitas dapat diatasi dengan aplikasi CA pada agrikultur. Misalnya, penambahan CA ke aliran irigasi tomat di tanah berkapur (konsentrasi CaCO₃ tinggi) mampu meningkatkan serapan dan asimilasi Zn, Na, Ca, dan N pada daun, serta Mn, Na, Mg, dan P pada buah. Pada studi tanaman jagung (Zea mays) yang ditanam di tanah dengan salinitas tinggi, irigasi dengan CA 100-200 ppm mampu memulihkan tinggi tanaman, kandungan klorofil a dan b, pertumbuhan meningkat, serta peningkatan hasil panen.
Asam lipoat (asam 6,8-tioktat atau asam 1,2-dithiolane-3-pentanoat) adalah antioksidan yang mengandung sulfur kuat yang berperan sebagai kofaktor dalam beberapa kompleks multi-enzim yang terlibat dalam metabolisme primer. Sifat antioksidan LA telah digunakan untuk memberi manfaat pada produksi tanaman. Misalnya, pada tanaman kanola di bawah kondisi stres salinitas, aplikasi LA dapat mengurangi tingkat peroksidasi lipid, meningkatkan kandungan sistein, meningkatkan aktivitas POD dan CAT, serta meningkatkan hasil panen.
Asam askorbat (AA) atau vitamin C adalah metabolit sekunder yang disintesis secara de novo dari beberapa jalur metabolisme, seperti jalur D-glukosa, L-galaktosa, asam uronat, L-gulosa, dan myo-inositol. Metabolit sekunder ini adalah kofaktor untuk berbagai enzim dengan fungsi dapat menetralkan ROS, memperbaiki molekul organik teroksidasi, dan mengatur proses fisiologis (seperti pembelahan sel, pertumbuhan, perkembangan, dan toleransi stres) pada tanaman. Aplikasi AA pada tanaman dapat meningkatkan toleransi banyak spesies terhadap berbagai stres abiotik. Pada tanaman quinoa (Chenopodium quinoa) pada stres kekeringan, penurunan tunas dan panjang akar, DW, kadar klorofil, dan total karotenoid terjadi, sekaligus peningkatan H₂O₂ dan kadar gula larut. Pemberian AA pada quinoa tersebut mampu meningkatkan toleransi terhadap stres kekeringan secara drastis, seperti yang ditunjukkan oleh perbaikan metabolisme, biokimia, morfologi dan produksi panen.
Manitol adalah gula alkohol yang terdistribusi luas dan banyak ditemukan pada berbagai jenis spesies tanaman dan organisme. Manitol disintesis di daun dari mannose-6-phosphate menggunakan dua enzim mannose-6-phosphate reductase (M6PR) dan mannitol-6-phosphate phosphatase. Selain perannya sebagai produk fotosintesis utama dan karbohidrat translokasi, manitol berfungsi sebagai zat terlarut atau osmoprotektan dalam toleransi stres salinitas dan osmotik. Tanaman transgenik yang menggunakan gen berhubungan dengan manitol yaitu Nicotiana tabacum, Populus tomentosa dan tanaman lain direkayasa secara genetik melalui introduksi mtlD.
Sorbitol adalah gula alkohol enam karbon dan berfungsi sebagai osmoprotektan dalam memberikan toleransi terhadap tekanan abiotik dan biotik. Sehingga sorbitol berperan penting dalam penyesuaian osmotik di bawah kondisi kekeringan, dingin dan salinitas. Sintesis sorbitol terjadi dalam daun sumber yaitu ketika glukosa-6-fosfat diubah menjadi sorbitol-6-fosfat oleh sorbitol-6-fosfat dehidrogenase (S6PDH). Setelah itu, sorbitol-6-fosfat digunakan untuk membentuk sorbitol melalui sorbitol-6-fosfatase melalui defosforilasi.
Kelimpahan embriogenesis akhir LEA Protein Late (LEA) pertama kali dijelaskan hampir 30 tahun yang lalu pada biji kapas, di mana protein tersebut secara khusus diproduksi dan terakumulasi selama perkembangan embrio akhir. Ekspresi protein LEA berkorelasi dengan perkembangan toleransi terhadap stres kekeringan, pembekuan, dan salinitas. Istilah “kelimpahan embriogenesis akhir” telah digunakan selama lebih dari 20 tahun untuk mendeskripsikan gen/protein tersebut.
Berikut kami PT INDOGEN INTERTAMA (indogen.id) menyediakan kit Elabscience dalam pengujian stres terhadap tanaman:
Cat. No. | Product name | Size |
---|---|---|
E-BC-K033-M | Vitamin E (VE) Colorimetric Assay Kit | 96T / 48T |
E-BC-K033-S | Vitamin E (VE) Colorimetric Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K034-M | Vitamin C (VC) Colorimetric Assay Kit | 96T / 48T |
E-BC-K034-S | Vitamin C (VC) Colorimetric Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K177-S | Proline (Pro) Colorimetric Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K259-M | Polyphenol Oxidase (PPO) Activity Assay Kit | 96T / 48T |
E-BC-K259-S | Polyphenol Oxidase (PPO) Activity Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K284-M | Plant Flavonoids Colorimetric Assay Kit | 96T / 48T |
E-BC-K284-S | Plant Flavonoids Colorimetric Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K353-S | Ascorbate Peroxidase (APX) Activity Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
E-BC-K354-S | Total Phenols Colorimetric Assay Kit (Plant Samples) | 100Assays / 200Assays |
E-BC-K522-S | Phenylalnine Ammonia Lyase (PAL) Activity Assay Kit | 100Assays / 50Assays |
REFERENSI: