Model Penyakit Hewan yang Diinduksi Secara Kimiawi

Model Penyakit Hewan yang Diinduksi Secara Kimiawi

Model penyakit hewan yang diinduksi secara kimiawi adalah metode pembuatan hewan percobaan yang digunakan untuk mempelajari patologi penyakit tertentu dengan cara memberikan zat kimia khusus yang dapat menyebabkan kondisi penyakit pada hewan tersebut.

Model penyakit hewan yang diinduksi secara kimiawi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan:

  1. Metode induksi kimia relatif mudah dilakukan dan lebih murah dibanding metode lain seperti modifikasi genetik atau operasi invasif pada organ tertentu.
  2. Dapat meniru beberapa komplikasi akut dan kronis yang dijumpai pada penyakit manusia, misalnya model diabetes mellitus dengan induksi streptozotocin yang mirip dengan komplikasi diabetes pada manusia.
  3. Bahan kimia tertentu seperti streptozotocin stabil dan dapat digunakan dengan dosis yang relatif dapat diatur untuk menghasilkan model penyakit yang reproducible (terukur dan konsisten)

Kekurangan:

  1. Model ini sering memiliki risiko kematian hewan coba yang lebih tinggi dibanding metode lain, misalnya alloxan yang menyebabkan kerusakan organ lain selain target utama sehingga meningkatkan mortalitas.
  2. Validitas dan reprodusibilitas model dapat lebih rendah dibandingkan model yang dihasilkan dengan modifikasi genetik, sehingga mungkin memerlukan waktu lebih lama dan menghasilkan variasi model yang lebih besar.
  3. Penginduksian penyakit secara kimiawi terkadang kurang spesifik dan mungkin tidak sepenuhnya meniru jalur patofisiologi penyakit pada manusia sehingga hasil penelitian bisa kurang representatif

Berbagai model penyakit hewan yang diinduksi secara kimiawi meliputi beberapa jenis penyakit dengan zat kimia tertentu yang dapat memicu kondisi penyakit menyerupai pada manusia, antara lain:

A.  Model Kanker

Model penyakit hewan untuk kanker yang diinduksi secara kimiawi umumnya menggunakan senyawa karsinogen seperti 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) yang sering digunakan untuk menginduksi kanker mammae (payudara) pada tikus (Rattus norvegicus). Induksi DMBA memicu mutasi gen melalui pembentukan DNA adduct yang berakibat pada proliferasi sel kanker. DMBA diaktifkan di hati oleh enzim sitokrom P450 menjadi metabolit reaktif yang menyebabkan kerusakan jaringan dan stres oksidatif, sehingga memicu karsinogenesis. Metode induksi ini dilakukan dengan pemberian DMBA secara subkutan (misalnya injeksi intramammary) atau oral, dengan dosis dan frekuensi yang divariasikan tergantung desain penelitian.

Model ini memungkinkan pembentukan tumor payudara dalam waktu yang relatif singkat jika injeksi diberikan langsung ke jaringan target. Studi juga mengamati peningkatan ekspresi onkogen, stres oksidatif, dan perubahan histopatologi organ seperti hati dan jaringan mammae. Model kanker kimiawi dengan DMBA juga dipakai untuk menguji efek terapeutik senyawa antikanker, mekanisme molekuler kanker, serta menggambarkan kondisi klinis kanker mammae.

Selain kanker mammae, DMBA juga digunakan sebagai induktor tumor pada beberapa tipe kanker lain seperti ovarium. Meskipun demikian, keberhasilan induksi bisa bervariasi tergantung rute pemberian, dosis, dan lama waktu paparan. Model karsinogenesis kimiawi ini diminati karena kemudahan pelaksanaan, biaya yang lebih rendah dibanding model transgenik, dan kemiripannya dalam mekanisme kanker yang diinduksi bahan kimia karsinogenik

pesies hewan yang paling umum digunakan untuk model ini khususnya kanker mammae (payudara), adalah tikus galur Rattus norvegicus, terutama strain Sprague-Dawley dan Wistar. Tikus ini dipilih karena kelenjar payudara mereka rentan terhadap induksi karsinogen kimia seperti 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) yang secara efektif dapat memicu terbentuknya tumor payudara. Selain tikus, model hewan lain untuk studi kanker kimiawi secara umum juga dapat melibatkan mencit (Mus musculus) dalam konteks lain, tetapi tikus tetap menjadi pilihan paling umum untuk kanker mammae yang diinduksi DMBA karena kemudahan manipulasi dan reprodusibilitas tumor.

B.  Model Penyakit Sistem Saraf

Model penyakit hewan yang diinduksi secara kimiawi untuk penyakit sistem saraf banyak digunakan untuk meniru kondisi neurologis pada manusia dengan cara memberikan zat kimia yang mampu menimbulkan neurodegenerasi atau gangguan fungsi saraf. Contoh bahan kimia yang umum dipakai untuk membuat model ini meliputi:

  1. 6-Hidroksidopamin (6-OHDA) adalah senyawa yang sering digunakan secara eksperimental untuk menginduksi degenerasi neuron dopaminergik pada model hewan, terutama tikus atau mencit, sebagai model penyakit Parkinson. 6-OHDA disuntikkan secara selektif ke area otak yang kaya neuron dopaminergik, seperti substansia nigra pars compacta atau striatum, sehingga menyebabkan kerusakan dan kematian neuron dopaminergik yang meniru patologi Parkinson.
  2. MPTP (1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine) adalah neurotoksin yang digunakan sebagai model klinis Parkinson pada hewan pengerat, terutama tikus. MPTP sendiri tidak beracun, tetapi di otak diubah oleh enzim monoamine oxidase B (MAO-B) dalam sel glial menjadi metabolit toksik MPP+ (1-methyl-4-phenylpyridinium). MPP+ selanjutnya diambil oleh neuron dopaminergik di substantia nigra, sehingga merusak kompleks I dari rantai transport elektron pada mitokondria
  3. Streptozotocin (STZ)digunakan untuk memodelkan penyakit Alzheimer dengan cara menginduksi kerusakan neuron melalui mekanisme stres oksidatif dan inflamasi saraf. Biasanya, STZ diberikan secara intrakerebroventrikular (ICV) pada hewan percobaan, yang menyebabkan gangguan sinyal insulin di otak dan disfungsi metabolisme glukosa serebral. Kondisi tersebut menimbulkan tanda-tanda patologis Alzheimer seperti kematian neuron, hiperfosforilasi protein tau, akumulasi beta-amiloid, stres oksidatif, dan inflamasi neuro yang kemudian mengakibatkan kerusakan fungsi kognitif.
  4. Penggunaan AlCl3 pada hewan (seperti tikus Sprague Dawley dan model hewan lainnya) sering digunakan untuk meniru neurotoksisitas dan kerusakan saraf yang terjadi pada penyakit Alzheimer, terutama melalui mekanisme stres oksidatif dan gangguan fungsi mitokondria. AlCl3 memicu produksi radikal bebas yang menyebabkan stres oksidatif, mempercepat lipid peroksidasi, dan menghambat aktivitas enzim antioksidan di otak. Selain itu, AlCl3 mengganggu homeostasis kalsium sel, yang berimbas pada disfungsi mitokondria, pelepasan faktor apoptosis, dan kerusakan neuron yang meniru patologi Alzheimer, seperti pembentukan plak amiloid dan neurofibrillary tangles.
  5. Lipopolisakarida (LPS) digunakan untuk menginduksi neuroinflamasi sebagai model gangguan saraf yang terkait dengan peradangan kronis. LPS adalah komponen dinding sel bakteri Gram-negatif yang dapat merangsang respons inflamasi yang kuat di sistem saraf pusat dengan mengaktifkan mikroglia dan astrosit serta jalur signaling Toll-like receptor 4 (TLR4)
  6. Trimethyltin (TMT) dan Kolkisin menimbulkan neurotoksisitas dengan kerusakan neuron yang khas di hippocampus serta memunculkan gangguan memori pada hewan percobaan seperti tikus atau mencit.

C. Model imunologi dan Penyakit Peradangan

Model penyakit imunologi dan peradangan yang diinduksi secara kimiawi menggunakan aloksan dan karagenin pada tikus dan mencit berperan sebagai model induksi diabetes tipe 1 dan inflamasi akut untuk studi mekanisme penyakit dan terapi.

Aloksan adalah senyawa diabetogenik yang spesifik menghancurkan sel beta pankreas, yang menghasilkan defisiensi insulin dan gejala hiperglikemia khas diabetes tipe 1. Proses induksi diabetes dengan aloksan biasanya disuntikkan secara intraperitoneal atau subkutan pada tikus strain Wistar atau mencit. Aloksan menyerupai glukosa secara struktural sehingga masuk ke dalam sel beta melalui transporter GLUT2 dan merusak struktur sel tersebut. Model ini penting untuk mempelajari gangguan metabolik, respon imun, dan inflamasi kronis pada diabetes.

Karagenin merupakan polisakarida yang digunakan untuk menginduksi inflamasi akut pada kulit atau telapak kaki tikus dan mencit. Penyuntikkan subkutan atau intraplantar karagenin menyebabkan edema lokal, kemerahan, rasa nyeri, dan peningkatan mediator inflamasi. Model ini menggambarkan proses inflamasi sementara yang memungkinkan evaluasi efek antiinflamasi obat pada hewan percobaan.

D. Referensi

  1. Liu Y, Yin T, Feng Y, Cona MM, Huang G, Liu J, Song S, Jiang Y, Xia Q, Swinnen JV, Bormans G, Himmelreich U, Oyen R, Ni Y. Mammalian models of chemically induced primary malignancies exploitable for imaging-based preclinical theragnostic research. Quant Imaging Med Surg. 2015 Oct;5(5):708-29.
  2. Qamar F, Sultana S, Sharma M. Animal models for induction of diabetes and its complications. J Diabetes Metab Disord. 2023 Aug 29;22(2):1021-1028. doi: 10.1007/s40200-023-01277-3. PMID: 37975101; PMCID: PMC10638335.
  3. Wu KK, Huan Y. Diabetic atherosclerosis mouse models. Atherosclerosis. 2007 Apr;191(2):241-9. doi: 10.1016/j.atherosclerosis.2006.08.030. Epub 2006 Sep 18.