Penelitian biologi dan kesehatan hampir sebagian besar bergantung pada penggunaan sistem model. Jenis sistem model yang digunakan dapat mempengaruhi ruang lingkup dan batasan penelitian yang akan dilakukan serta juga mempengaruhi biaya, jangka waktu, dan interpretasi hasil percobaan.
Berbagai perdebatan saat ini di banyak bidang dengan proposisi, pilihan manakah dalam sistem model riset yang lebih unggul diantara hewan coba atau sel kultur. Pada kenyataannya, keduanya diperlukan secara signifikan, tentu saja dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam beberapa tujuan penelitian tertentu, biasanya hanya satu jenis sistem model yang akan berfungsi. Di sini kita akan membahas beberapa isu yang diangkat dalam perdebatan antara penggunaan model sel dan hewan coba.
A. Perbedaan Penggunaan Model Sel dan Hewan Coba
1. Penskalaan
Eksperimen sel yang dikultur cukup mudah untuk diskalakan dan lebih banyak percobaan dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan hewan. Misalnya, obat kanker potensial biasanya diuji pada pane-panell besar yang terdiri dari ratusan cell line berbeda dengan berbagai mutasi diketahui sebelumnya. Hal ini tidak mungkin dilakukan pada model hewan, akan tetapi model hewan memungkinkan pengujian pada sistem fisiologis secara menyeluruh dari berbagai jenis sel secara bersamaan. Misalnya, tikus model kanker atau diabetes dapat digunakan untuk mempelajari efek obat, atau gangguan lainnya pada konsentrasi gula darah, fungsi ginjal, inflamasi dan efek lainnya yang semuanya dapat diamati dalam satu hewan.
2. Visualisasi
Sel yang tumbuh dalam kultur dapat dengan mudah diamati menggunakan mikroskop dan penggunaan tag fluorescent bahkan dapat menghasilkan pencitraan berbagai jalur selular, seperti difusi membran, adhesi sel, transduksi sinyal dan proses lainnya pada tingkat molekuler. Sebaliknya, mencit dan tikus berukuran cukup besar dan tidak mudah diamati, sehingga membuat aktivitas seluler sangat sulit untuk diamati secara in vivo. Namun, banyak respons seluler kompleks sangat dipengaruhi oleh pensinyalan antar sel di dalam jaringan yang membatasi kultur sel.
Teknik-teknik terbaru saat ini juga telah dikembangkan untuk membuat pencitraan dinamika seluler dan molekuler dalam jaringan hidup memungkinkan. Misalnya, sistem intermediate yang dikenal dengan model kultur eksplan. Kultur eksplan menawarkan banyak manfaat dari eksperimen kultur sel, sambil mempertahankan lingkungan seluler in vivo yang kompleks.
3. Penerjemahan
Jelas diketahui bahwa rodent memiliki kemiripan cukup tinggi dengan manusia dibandingkan sel kultur dan karenanya model hewan dapat digunakan untuk menyelidiki aspek biologi yang lebih relevan terkait kesehatan manusia. Misalnya, model hewan metastasis tumor atau penyakit jantung tidak memiliki persamaan model sel kultur. Namun, penting untuk dicatat bahwa fisiologi manusia dan rodent tidak identik serta bahkan model hewan mumpuni sekali pun dapat memiliki kekurangan.
B. Tikus sebagai Model Hewan yang Merevitalisasi Riset Medis
Tikus dianggap sebagai hewan model paling penting untuk menganalisis fungsi gen manusia karena ukurannya kecil, biaya operasional relatif rendah, sel embrionik relatif stabil serta fleksibilitas dalam manipulasi genetik dan pengeditan gen. Tikus secara fisiologis, morfologis, dan genetik lebih dekat dengan manusia dibandingkan mencit, sehingga menjadikan tikus model ideal untuk studi biomedis dan klinis. Ukuran tubuh dan organnya yang lebih besar dari mencit memfasilitasi banyak pengambilan sampel, elektrofisiologi in vivo, serta prosedur bedah saraf dan neuroimaging. Berbeda dengan mencit model tikus lebih banyak digunakan dalam toksikologi, teratologi, endokrinologi, onkologi, neurologi, gerontologi eksperimental, kardiovaskular, penelitian gigi, dan parasitologi.
C. Aplikasi Riset Penting Model Tikus
Dalam beberapa tahun terakhir, dalam proses praklinis dan klinis translasi kandidat obat, sebagian besar studi berbasis mencit mengalami kegagalan yang menyebabkan peneliti medis mempertimbangkan kembali model hewan yang lebih sesuai dengan patologi penyakit manusia. Dalam konteks ini, peneliti sekali lagi mengalihkan perhatian mereka ke potensi model tikus yang diedit gennya.
1) Tikus adalah model yang sangat baik untuk mempelajari penyakit kardiovaskuler, terutama stroke dan hipertensi; model tikus di berbagai latar belakang strain telah menjadi pilihan ideal untuk studi ini.
2) Dalam penelitian kanker payudara, model tikus lebih baik daripada model mencit karena memiliki respon hormonal terhadap histopatologi dan memiliki stadium pra-kanker yang lebih dekat dengan penyakit manusia.
3) Tikus adalah model hewan utama penelitian mekanika reproduksi manusia.
4) Model diabetes, tikus lebih dekat dengan manusia dalam beberapa aspek penting dari patologi penyakit, termasuk kemampuan faktor lingkungan (seperti toksin, stres, diet, dan vaksinasi) untuk mengubah perjalanan penyakit.
5) Dalam hal penyakit degeneratif, tikus PINK1 dan DJ-1 knockout (KO) menunjukkan lebih dari 50% kehilangan neuron dopaminergik di substantia nigra otak tengah pada usia 8 bulan. Mencit gen KO yang sebanding menunjukkan perubahan fenotipik yang tidak signifikan, yang berpindah ke model tikus yang dimodifikasi secara genetik memberikan nilai lebih dalam mengobati penyakit Parkinson (PD). Selain itu, ini juga pertama kalinya hilangnya neuron dopaminergik ditemukan pada model hewan yang diedit gennya.
6) Konsistensi perilaku mencit relatif buruk, sehingga jumlah tiap kelompok yang dibutuhkan untuk menghasilkan hasil statistik reliabel adalah 1,5 kali jumlah tikus. Tikus lebih pintar daripada mencit dan tampil lebih baik dalam eksperimen pembelajaran dan memori dan efek obat lebih jelas. Dalam penelitian nyeri, tikus tidak rentan mengalami mati rasa nyeri yang disebabkan oleh kecemasan yang umum terjadi pada mencit.
7) Meskipun studi praklinis sebelumnya telah mengevaluasi keefektifan obat dengan percobaan mencit, lebih baik memastikan keamanan pada tikus sebelum uji klinis pada manusia. Tidak hanya manusia yang berbagi 99% gen dengan tikus (dibandingkan 97,5% dengan mencit), tetapi data keamanan tikus terus bertambah dan semakin banyak menjadi referensi. Dengan perkembangan pengeditan gen tingkat lanjut pada tikus, efektivitas dan keamanan obat sekarang dapat diuji secara bersamaan pada tikus, menghemat waktu dan seringkali memberikan hasil yang lebih akurat.
8) Ukuran tikus yang besar memberikan banyak keuntungan praktis, terutama untuk penelitian intervensi bedah dan cedera tulang belakang, di mana model tikus memiliki nilai transformatif yang besar. Tikus juga memiliki keunggulan dibandingkan mencit dalam penelitian pencitraan organ dan jaringan.
Referensi:
1. Dietrich MR, Ankeny RA, Chen PM. Publication trends in model organism research. Genetics. 2014 Nov;198(3):787-94. doi: 10.1534/genetics.114.169714. PMID: 25381363; PMCID: PMC4224171.
2. Marx V. Models: stretching the skills of cell lines and mice. Nat Methods. 2014 Jun;11(6):617-20.
3. Meek S, Mashimo T, Burdon T. From engineering to editing the rat genome. Mamm Genome. 2017 Aug;28(7-8):302-314. doi: 10.1007/s00335-017-9705-8. Epub 2017 Jul 27. PMID: 28752194; PMCID: PMC5569148.
4. Timpson P, McGhee EJ, Anderson KI. Imaging molecular dynamics in vivo–from cell biology to animal models. J Cell Sci. 2011 Sep 1;124(Pt 17):2877-90.
5. Tsien JZ. Cre-Lox Neurogenetics: 20 Years of Versatile Applications in Brain Research and Counting…. Front Genet. 2016 Feb 19;7:19. doi: 10.3389/fgene.2016.00019. PMID: 26925095; PMCID: PMC4759636.
6. Zomer A, Beerling E, Vlug EJ, van Rheenen J. Real-time intravital imaging of cancer models. Clin Transl Oncol. 2011 Dec;13(12):848-54.
Artikel terkait:
1. Introduksi Flow Cytometer dan Prinsip Kerjanya [Link]
2. Bagaimana Memilih Antibodi untuk Flow Cytometry [Link]
3. Aplikasi Metode Flow Cytometry dan Perkembangan Jenis Assay [Link]
4. Prosedur Flow Cytometry dan Seleksi Jenis Antibodi Flow Cytometry [Link]
5. Introduksi Teknik Imunofluoresensi dengan Immunofluorescence Kit [Link]
6. Mengenal Praktek dan Prosedur Teknik Imunofluoresensi (IF) [Link]
7. IHC 1: Ready-to-Use Antibodies untuk IHC merk Elabscience® [Link]
8. IHC 2 : Panduan Imunohistokimia (IHK) untuk Preparat Paraffin [Link]
9. Memilih Antibodi Primer atau Sekunder [Link]