Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak dan penyebab paling umum dari demensia. Penyakit degeneratif dari istilah medis adalah menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Hal ini ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal. Alzheimer diduga terjadi karena penumpukan protein beta-amyloid yang menyebabkan plak pada jaringan otak. Secara normal, beta-amyloid tidak akan membentuk plak yang dapat menyebabkan gangguan sistem kerja saraf pada otak. Namun, karena terjadi misfolding protein, plak dapat menstimulasi kematian sel saraf.
Studi Kasus Penyakit Alzheimer
Berdasarkan informasi dari data Laporan Alzheimer’s Disease International (ADI) menyebutkan bahwa tahun 2015, terdapat 46,8 juta orang penderita demensia. Angka ini selalu bertambah menjadi dua kali lipat setiap 20 tahun sekali. Diperkirakan pada tahun 2050, terdapat 131.5 juta orang dengan demensia dan sekitar 68% nya berasal dari Negara dengan pendapatan rendah dan menengah termasuk Indonesia. Dan berikut adalah peningkatan persentase penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70‐74 tahun, 2% per tahun pada usia 75‐79 tahun, 3% per tahun pada usia 80‐84 tahun, dan 8% per tahun pada usia lebih dari 85 tahun. Bukan menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.
Penyebab Penyakit Alzheimer
Penyebab dari Alzheimer’s disease (AD) sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Namun dari sejumlah penelitian baik secara epidemiologis maupun biologis ditemukan berbagai faktor antara lain, akibat proses penuaan, pengaruh zat toksik seperti aluminium, logam berat, kondisi hiper- maupun hipotiroid, diabetes, penyakit autoimun, dan proses inflamasi yang distimulasi oleh penumpukan protein β-amyloid (Aβ). Selain itu, pengaruh paparan radikal bebas, trauma kepala, serta stres dan depresi berat yang berkepanjangan juga diduga sebagai faktor risiko terjadinya AD. Kelainan genetik menyangkut kelainan pada kromosom 14, 19, dan 21 sering dikaitkan sebagai penyebab AD. Beta Amyloid merupakan kelompok protein endogen dari neuron dan disekresikan sebagai produksi metabolisme neuron. Beta Amyloid penting untuk menjamin fungsi otak dalam mentransfer informasi antar neuron di sinaptik, misalnya dalam hal proses belajar dan memori.
Penumpukan plak protein Aβ dapat diakibatkan oleh gangguan pelepasan Aβ ke sirkulasi darah sebagai dampak malfungsi dari blood-brain barrier (BBB). Penumpukan Aβ di otak dapat memicu kerusakan neuron lain karena bersifat toksik. Selain gangguan pelepasan Aβ, akumulasi juga dapat diakibatkan oleh pembentukan yang berlebihan akibat gangguan mutasi genetik dari peptida amyloid yang berasal dari amyloid precursor protein (APP). Peningkatan produksi Aβ merupakan faktor stimulus terhadap proses inflamasi pada AD. Plak amyloid ini juga dapat merusak neuron kolinergik di basal forebrain nucleus basalis of Meynert (NBM) sebagai penghasil neurotransmitter acetylcholine sehingga mengakibatkan gangguan memori. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama pada AD terjadi dari pembentukan amyloid yang berlebihan atau terganggunya proses removal.
Patologi yang ditemukan di otak terutama di area hippocampus adalah adanya plak amyloid dan neurofibrillary tangles (NFT) yang mengakibatkan kematian neuron. Fragmen 42-asam amino dari β-amyloid (Aβ-42) merupakan penanda patologis plak amyloid. Seluruh penanda tersebut dapat digunakan untuk mendiagnosis Alzheimer’s Disease (AD) di laboratorium.
Stadium Perkembangan Penyakit Alzheimer
Ada 3 (tiga) stadium Alzheimer Dementia (AD). Berikut uraian tiap stadium perkembangan penyakit Alzheimer :
1. Stadium 1 (lama penyakit 1-3 tahun), stadium amnesia di mana terdapat diskalkulia dan apraksia. Diskalkulia merupakan suatu ketidakmampuan belajar (learning disability) dengan salah satu cirinya yaitu kekacauan dalam berhitung. Sedangkan Apraksia adalah suatu kondisi neurologis yang membuat gerakan tertentu menjadi sulit atau tidak mungkin dilakukan.
2. Stadium 2 (lama penyakit 3-10 tahun), stadium confusion dimana terjadi afasia (gangguan memproduksi dan memproses bahasa), disorientasi waktu, tempat, bingung, perilaku abnormal dan adanya episode psikotik.
3. Stadium 3 (lama penyakit 8-12 tahun), Stadium akhir adalah stadium demensia dimana terdapat gangguan kognisi berat, inkontinensia, kelainan neurologi berupa kejang, refleks patologik-primitif sehingga ia hanya tidur dan tidak mengingat apa-apa lagi selain kejadian masa lalu (Alzheimer’s Association, 2018).
Penelitian Lebih Lanjut Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan, selain itu belum adanya obat-obatan yang memiliki keefektifan hasil bagi pasien Alzheimer. Obat-obatan tersebut hanya mengurangi progresivitas penyakit Alzheimer, sehingga mengurangi perubahan emosi dan perilaku pasien dalam kehidupan sehari-hari. Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.
Belum ada pengobatan spesifik untuk penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simtomatik, sosial, terapi psikiatri dan dukungan dari keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini. Sebagai penunjang penelitian mengenai penyakit Alzheimer, PT. Indogen Intertama dengan menawarkan berbagai ELISA kit pengujian biomarker pendeteksi penyakit Alzheimer sebagai berikut :
Tabel 1. Perangkat ELISA kit β-amyloid (Aβ) untuk Mendeteksi Penyakit Alzheimer
Brand | No. Katalog | Deskripsi Kit | Range Deteksi | ⅀ test |
Elabscience | E-EL-H0542 | Human Aβ1-40 (Amyloid Beta 1-40) ELISA Kit | 15.63-1000 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-MK0477 | Monkey Aβ1-40 (Amyloid Beta 1-40) ELISA Kit | 0.16-10 ng/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-M3009 | Mouse Aβ1-40 (Amyloid Beta 1-40) ELISA Kit | 7.81-500 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-R3030 | Rat Aβ1-40 (Amyloid Beta 1-40) ELISA Kit | 15.63-1000 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-H0543 | Human Aβ1-42 (Amyloid Beta 1-42) ELISA Kit | 15.63-1000 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-M3010 | Mouse Aβ1-42 (Amyloid Beta 1-42) ELISA Kit | 3.13-200 pg/mL | 96T |
Elabscience | E-EL-R1402 | Rat Aβ1-42 (Amyloid Beta 1-42) ELISA Kit | 15.63-1000 pg/mL | 96T |
Fine Test | EH2684 | Human Aβ40 (Amyloid Beta 40) ELISA Kit | 7.813-500 pg/ml | 96T |
Fine Test | EH2685 | Human Aβ42 (Amyloid Beta 42) ELISA Kit | 4.688-300 pg/ml | 96T |
Fine Test | EM0863 | Mouse Aβ40 (Amyloid Beta 40) ELISA Kit | 78.125-5000 pg/ml | 96T |
Fine Test | EM0864 | Mouse Aβ42 (Amyloid Beta 42) ELISA Kit | 15.625-1000 pg/ml | 96T |
Fine Test | ER0754 | Rat Aβ40 (Amyloid Beta 40) ELISA Kit | 78.125-5000 pg/ml | 96T |
Fine Test | ER0755 | Rat Aβ42 (Amyloid Beta 42) ELISA Kit | 15.625-1000 pg/ml | 96T |
Fine Test | EMK0193 | Monkey Aβ40 (Amyloid Beta 40) ELISA Kit | 7.813-500 pg/ml | 96T |
Fine Test | EMK0194 | Monkey Aβ42 (Amyloid Beta 42) ELISA Kit | 4.688-300 pg/ml | 96T |
TECAN-IBL | RE59651 | Amyloid-beta (1-40) CSF ELISA,
Regulatory Status EU: CE IVD |
188 – 1880 pg/mL | 96T |
TECAN-IBL | RE59661 | Amyloid-beta (1-42) CSF ELISA,
Regulatory Status EU: CE IVD |
7,81 – 125 pg/mL | 96T |
Untuk mengetahui informasi lainnya mengenai produk ELISA Kit dan promo-promo menarik pada bulan ini, Anda dapat menghubungi PT. Indogen Intertama lebih lanjut.
Artikel Terkait :
Deteksi Penyakit Neurodegeneratif dalam Riset dan Diagnosis Dengan Metode ELISA Kit
Referensi :
Monalisa Sianturi AG. (2021). Stadium, Diagnosis, dan Tatalaksana Penyakit Alzheimer. Majalah Kesehatan Indonesia. 2(2):39–44.
Purba JS. (2020). Inflamasi dalam Patologi Penyakit Alzheimer. Medicinus. 33(3):65-71.
Damayanti AP, Yogananti AF. (2010). Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Pentingnya Deteksi Dini Penyakit Alzheimer pada Usia 25‐45 Tahun. Diakses pada 25 Maret 2024, dari https://publikasi.dinus.ac.id