Polymerase Chain Reaction atau PCR terdiri dari kata Polimerase yang merupakan enzim dan chain reaction berarti untai berantai, sehingga memiliki arti enzim yang mampu menggabungkan DNA cetakan tunggal, membentuk untaian molekul DNA yang panjang. Dalam bidang molekuler PCR merupakan teknik untuk mengamplifikasi sekuen DNA spesifik menjadi ribuan sampai jutaan kopi sekuen DNA. Enzim ini membutuhkan primer serta DNA cetakan seperti nukleotida yang terdiri dari empat basa yaitu Adenine (A), Thymine (T), Cytosine (C) dan Guanine (G).
Reaksi amplifikasi ini dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan yang berantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian suhu diturunkan sehingga primer akan menempel (annealing) pada DNA cetakan yang berantai tunggal. Setelah proses annealing, suhu dinaikkan kembali sehingga enzim polimerase melakukan proses polymerase rantai DNA yang baru. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya sebagai cetakan bagi reaksi polimerase berikutnya. Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan real time.
Conventional PCR atau PCR Konvensional merupakan teknik PCR yang dilakukan secara kualitatif dengan visualisasi pada agar elektroforesis. Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan mesin PCR Konvensional. Mesin PCR Konvensional dari Merk Bio-Gener memiliki kualitas baik dengan harga terjangkau. PT INDOGEN sebagai salah satu distributor Bio-Gener di Indonesia dapat membantu anda dalam memilih mesin PCR yang anda butuhkan. Berikut ini beberapa tipe mesin PCR atau thermal cycle yang terdapat di perusahaan kami.
Model | Deskripsi |
---|---|
GET-S series | Model GET-S menggunakan bahan peltier yang tahan lama. Max ramping rate sebesar 4.5 ℃/s dan siklus lebih dari 1.000.000. Sistem sudah cangging menggunakan teknologi Windows, layar sentuh berwarna, memiliki beberapa pilihan block, PC online, memiliki fungsi printing, kapasitas ruang penyimpan besar dan support port USB. |
GE4T IN-SITU | Model GE4T IN-SITU mirip dengan model GET-S, berbeda pada maz ramping ratenya yaitu 4℃/s. |
GET96-PLUS | Model GET96-Plus dapat custom peltier Marlow(AS). Max ramping rate sebesar 4.5 ℃/s dan siklus lebih dari 1.000.000. Teknologi canggih dengan sistem WINCE, layar touch screen berwarna, memiliki 6 zona mengontrol suhu yang independen, PC online, memiliki fungsi printing, kapasitas ruang penyimpan besar dan support port USB. Kapasitas: 96×0.2ml (6 independent 16 well block) |
GENE-EXPLORER TOUCH SERIES | Model GENE-EXPLORER dapat custom peltier Marlow(AS). Max ramping rate sebesar 5 ℃/s dan siklus lebih dari 1.000.000. Teknologi canggih dengan sistem WINCE, layar touch screen berwarna, memiliki 4 zona mengontrol suhu yang independen, PC online, memiliki fungsi printing, kapasitas ruang penyimpan besar dan support port USB. Punya 2 blok dikontrol secara independen dan dapat menjalankan 2 program PCR yang berbeda secara bersamaan. |
ELVE SERIES | ELVE SERIES tergolong PCR konvensional masa kini. Tersusun dari bahan peltier yang tahan lama. Laju ramp 5 ℃/s dan siklus lebih dari 1.000.000. Model ini terbuat dari kumpulan teknologi yang canggih, Sistem sudah android, touch screen berwarna, memiliki fungsi gradient, dilengkapi dengan WIFI, didukung dengan aplikasi kontrol ponsel, pemberitahuan melalui email, kapasitas penyimpanan besar dan mendukung port USB. |
Tahap denaturasi adalah tahapan regular pertama menggunakan pemanasan sampai dengan mencapai suhu 94–96°C. Pada proses denaturasi, panas mempengaruhi DNA akan terpisah menjadi untai tunggal DNA.
Pada tahap annealing, suhu akan diturunkan menjadi 50–65°C. Proses ini memungkinkan untuk primer menempel pada templat untai tunggal DNA dan berikatan pada daerah komplementer pada sekuen single-stranded DNA.
Suhu pada tahap elongasi bergantung dengan enzim polimerase DNA yang digunakan. Taq polimerase memiliki suhu aktivitas optimum pada 75-80°C dan umumnya suhu 72°C. Pada tahapan ini, enzim polimerase atau Taq polimerase melakukan pemanjangan membentuk sekuen DNA baru. DNA polymerase mensintesis sekuen atau untai DNA baru yang komplementer pada untai DNA template dengan menambahkan dNTP (deoksiribonukleotida trifosfat) komplementer pada templat dengan arah ujung 5’ ke 3’, sehingga terbentuklah untai DNA baru. dNTP merupakan nukleotida yang salah satu dari jenisnya dicampurkan pada proses elongasi. Macam dari dNTP yaitu dATP (deoxy adenosine trifosfat), dTTP (deoxythymidine trifosfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksi guanosin trifosfat).
Pada analisa konvensional ini, deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan dengan gel elektroforesis.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, mesin PCR konvensional terus dikembangkan. Salah satu teknologi canggih terbarukan yaitu adanya fungsi PCR Gradient disebut juga Gradient PCR. Gradient PCR merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui optimasi suhu annealing pada DNA. Teknik ini merupakan modifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dalam amplifikasi.
Suhu berpengaruh terhadap proses penempelan primer pada template DNA. Apabila suhu annealing terlalu tinggi, primer tidak dapat menempel dengan baik pada template, sedangkan bila suhu annealing rendah, maka primer akan menempel pada situs penempelan yang tidak spesifik yang kemudian akan menyebabkan teramplifikasinya fragmen lokus yang tidak diinginkan. Sehingga dengan adanya teknologi PCR Gradient dapat membantu hasil yang lebih spesifik.
Telah banyak penelitian dalam memodifikasi suhu annealing, sehingga untuk menentukan Gradient PCR dapat mengacu pada jurnal atau hasil publikasi terkait. Berdasarkan hasil dari penelitian Pertiwi et al. (2015) mendapatkan suhu annealing dalam amplifikasi lokus 16S rRNA, control region dan cytochrome oxidase I (COI) pada ikan karang anggota Famili Pseudochromidae diantaranya 47.5°C; 49°C; 49.5°C; 50°C (lokus 16S); 49°C, 50°C, 51.6°C, 52°C (lokus control region); dan 50°C, 50.5°C (lokus COI).
Telah kita ketahui bersama teknik PCR ada 2 metode yaitu konvensional dan RT PCR. Secara garis besar mengenai PCR konvensional telah dibahas sini, namun apakah anda tau perbedaannya dengan RT PCR atau sering disebut juga dengan Real time PCR? Mari kita ulas sedikit perbedaannya.
Perbedaan yang paling umum antara PCR Konvensional dan RT-PCR yaitu analisis hasil amplifikasi fragmen DNA pada PCR konvensional dilakukan dengan visualisasi pada agar elektroforesis. Sedangkan PCR real time, jumlah DNA yang diamplifikasi dapat dideteksi dan diukur di setiap siklus proses PCR. Adapun perbedaan prosedurnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dapat kita lihat bersama perbedaan dari kedua prosedur, pada RT-PCR jumlah DNA diukur di setiap siklus proses amplifikasi PCR terutama pada fase eksponensial. Deteksi akumulasi amplifikasi DNA pada real time PCR menggunakan probe DNA fluoresen.
Baca juga disini.
Sumber: