Skrining onkologi bertujuan untuk mendorong populasi masyarakat yang terlihat untuk melakukan tes diagnostik dengan maksud menemukan kemungkinan adanya neoplasia pada fase dini. Skrining kanker digerakan untuk mengurangi jumlah insiden kanker dan kematian akibat kanker. Hingga saat ini, ada tiga program skrining kanker yang membuahkan hasil positif, yaitu skrining kanker payudara untuk wanita berusia 50-69 tahun (atau 45-74 tahun); kanker serviks untuk wanita berusia 25-64 tahun dan kanker kolorektal untuk pria 50-69 tahun. Di era pengobatan terpersonalisasi, biomarker memiliki peran yang sangat krusial untuk skrining, diagnosis, dan manajemen kanker. Meskipun hanya sebagian kecil memasuki area praktik klinis, namun jumlah biomarker molekuler yang potensial semakin bertambah setiap waktu.
Berbagai definisi biomarker telah dikemukakan dan disetujui oleh praktik klinis dan biologis. Definisi-definisi tersebut antara lain sebagai berikut:
Dalam onkologi, biomarker berperan penting baik dalam deteksi dan manajemen pasien dengan berbagai jenis kanker. Setiap sinyal biologis yang terkait dengan neoplasma dapat dianggap sebagai biomarker, meskipun definisi tersebut tidak spesifik. Dalam praktik klinis, istilah biomarker onkologis biasanya mengacu pada molekul yang diekspresikan atau diproduksi oleh sel tumor atau lingkungan mikro di sekitar sel tersebut, serta berperan penting dalam regulasi perkembangan penyakit.
Darah merupakan sarana yang sangat informatif untuk menilai respons biologis multi-organ terhadap lingkungan sekaligus untuk mendeteksi marker spesifik terkait perkembangan penyakit. Sejauh ini, evaluasi biomarker baru dari darah perifer terbukti lebih sulit dari yang diharapkan karena jumlah yang terbatas, kompleksitas dan ketidakstabilan molekul, serta lokasi asal usul biomolekul dari berbagai organ dan jenis sel.
Penemuan biomarker baru memungkinkan dokter untuk beralih dari terapi empiris ke obat terpersonalisasi (disebut juga obat presisi) yang bekerja langsung pada target tertentu. Biomarker memungkinkan kami untuk mengidentifikasi profil molekuler penyakit, membantu dokter menyeleksi pasien yang memiliki kemungkinan besar dapat memperoleh manfaat dari terapi spesifik tersebut.
Biomarker diagnostik adalah faktor yang disertai dengan alat diagnostik (seperti teknik pencitraan) untuk tujuan diagnosis onkologi dan memungkinkan karakterisasi penyakit lebih dini dan akurat, serta untuk menilai agresivitas dan stadium dengan lebih baik. Metodologi onco-diagnostik molekuler saat ini untuk diagnosis kanker telah memasukan observasi alterasi dan aberasi molekuler, misalnya (seluruh) genom (WGS), exome (WES), methylome, transcriptome (termasuk miRnome), microbiome, metabolome, proteome, dan topome, dan pengembangan bidang baru lainnya. Dua dari biomarker diagnostik yang paling umum adalah CA125 dan PSA.
Sampai saat ini telah terjadi pergeseran paradigma di mana diagnosis kanker tidak lagi hanya berdasarkan parameter morfologis dan histologis. Platform biomolekuler baru sekarang tersedia untuk penggunaan klinis dalam diagnosis kanker, yaitu seperti PCR-ARMS dan RFLP kualitatif, real-time PCR-TaqMan, nested PCR, FISH, capillary electrophoresis, sequencing/pyrosequencing, sequenom, targeted gene panel sequencing serta microarray. Faktanya, analisis molekuler dan biologis saat ini dapat membantu meningkatkan kemampuan diagnostik.
Istilah marker prognostik mengacu pada faktor (beberapa faktor) yang memungkinkan untuk stratifikasi pasien dalam kelas-kelas risiko yang berbeda sesuai dengan hasil klinis tertentu, seperti perkembangan tumor atau kematian. Sehingga, biomarker tersebut dapat secara signifikan memprediksi riwayat penyakit baik pada pasien yang belum menerima pengobatan sebelumnya atau yang sedang menjalani terapi Dengan kata lain, biomarker prognostik menginformasikan tentang akibat hasil penyakit yang diderita (misalnya, kekambuhan penyakit, perkembangan penyakit, hingga kematian) terlepas dari pengobatan. Terapi adjuvant adalah salah satu cara mendapat manfaat paling banyak dari penggunaan marker prognostik karena penggunaannya tergantung pada kemampuan menyeleksi pasien yang memiliki risiko tinggi untuk kambuh setelah operasi.
Berikiut contoh-contoh biomarker prognostik yang telah diplikasikan dalam praktik klinis hingga saat ini:
CA125 (atau MUC16) adalah anggota famili protein musin yang umumnya terletak di permukaan lapisan epitel yang membentuk penghalang pelindung terhadap patogen. Dalam praktek klinis, CA125 digunakan untuk manajemen kanker epitel ovarium. Pada wanita sehat, kadar serum CA125 biasanya <35 U/ml. Marker CA125 menunjukkan sensitivitas yang terbatas dalam mendeteksi kanker ovarium dini (OC) karena kadar serum meningkat hanya pada 50% pasien dengan penyakit stadium awal. Saat ini, marker tersebut tidak direkomendasikan untuk skrining OC. Namun, kadar CA125 mungkin mencerminkan perkembangan tumor.
Peningkatan CA125 dapat juga disebabkan oleh pada kondisi non-malignant/non-kanker, misalnya seperti fase folikuler siklus menstruasi, penyakit radang panggul, dan penyakit hati (hepatitis atau sirosis). Selain itu, peningkatan nilai CA125 juga telah dilaporkan pada pasien yang tidak terkait kanker ovarium, contohnya pada pasien dengan kanker paru-paru, payudara, lambung, pankreas, dan kolorektal. Oleh karena itu, peningkatan kadar CA125 dapat menghasilkan hasil positif palsu.
Prostate-specific antigen (PSA atau human kallikrein 3) adalah glikoprotein yang diinduksi androgen dan diproduksi oleh sel epitel prostat luminal. Beberapa kondisi menyebabkan peningkatan PSA serum, seperti ejakulasi, aktivitas fisik yang intens, pemeriksaan digital, biopsi, hiperplasia, hipertrofi, prostatitis, atau retensi urin. Inhibitor 5-alpha-reductase (misalnya finasteride, dutasteride) dapat menurunkan konsentrasi serum PSA hingga dua kali lipat. Sampai saat ini, pengukuran PSA untuk skrining kanker prostat (PC) masih kontroversial. Skrining PSA secara rutin menunjukkan peningkatan overdiagnosis dan tingkat pengobatan yang berlebihan. Peningkatan kadar PSA mengantisipasi kekambuhan kanker setelah operasi atau terapi radiasi definitif (RT), contohnya 6-8 minggu setelah prostatektomi radikal, PSA seharusnya tidak terdeteksi.
Amplifikasi gen human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) telah dianggap sebagai kriteria prognostik yang tidak sesuai. Hal ini karena terkait keparahan, prognosis yang kurang mumpuni, dan kelangsungan hidup lebih rendah untuk penderita kanker payudara (pada 15-20%). HER2 adalah anggota keluarga reseptor tirosin kinase yang secara struktural terkait dengan EGFR (epidermal growth factor receptor) yang mencakup empat anggota yang sebelumnya dikenal sebagai ErbB1 (EGFR), ErbB2 (HER2), ErbB3 (HER3), dan ErbB4 (HER4)]. HER2 diekspresikan di beberapa jaringan tubuh (jantung, payudara, saluran pencernaan, ginjal) yang berfungsi mendorong proliferasi sel sekaligus menekan apoptosis.
Imunohistokimia tetap menjadi metode yang paling diandalkan untuk evaluasi status HER2 dengan hibridisasi in situ fluoresen (FISH) yang digunakan untuk mengklarifikasi kasus yang menunjukkan tingkat menengah (yaitu, 2+) dari ekspresi HER2. Metode tambahan untuk mengukur ekspresi gen HER2 adalah real-time PCR kuantitatif yang dicirikan oleh sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi namun saat ini tidak digunakan dalam praktik klinis. Amplifikasi atau mutasi gen HER2 telah dilaporkan pada sejumlah kanker termasuk karsinoma payudara (sekitar 17%), glioblastoma (7%), adenokarsinoma paru (4%), tumor dari gastroesophageal junction dan lambung (6-29% ), kanker kandung kemih (9%), serta kanker kolorektal (7%).
PIK3CA menghasilkan protein p110α subunit dari PI3K. Status mutasi PIK3CA dapat ditemukan pada wanita dengan kanker payudara metastatik HER2-positif yang menjalani terapi lini pertama. Penderita yang memiliki mutasi PIK3CA memiliki probabilitas kelangsungan hidup yang rendah dibandingkan dengan penderita dengan PIK3CA wild-type.
Gen BRAF mengkodekan protein yang disebut B-Raf.. Mutasi BRAF (terutama V600E) berperan sebagai konsekuensi KRAS (Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog) dan biasanya terkait dengan frekuensi ketidakstabilan mikrosatelit tinggi pada kanker kolorektal, berkorelasi dengan tingkat kelangsungan hidup yang rendah dan dianggap sebagai marker prognostik negatif. Mutasi genetik ini dihubungkan dengan pola metastasis dengan kecenderungan untuk menyebar ke peritoneum, nodus limfa, dan paru-paru.
Tabel 1. Marker prognostik untuk berbagai malignansi dan tumor
Marker | Karakteristik | Tumor |
---|---|---|
AFP (alpha-fetoprotein) | Glycoprotein | Hepatocarcinoma, embryonal carcinoma, yolk sac tumor, teratoma, mixed germ cell tumor |
β-hCG (Human chorionic gonadotropin) | Glycoprotein | Embryonal carcinoma, choriocarcinoma, seminoma Hydatidiform mole |
CA15-3 (Cancer antigen 15-3) | Soluble form of mucinous transmembrane glycoprotein MUC-1 | Breast |
CA19-9 (Carbohydrate antigen 19-9) | Soluble form of mucinous transmembrane glycoprotein | Colorectal, stomach, pancreas, biliary tract |
CA125 (Carbohydrate antigen 125) | Soluble form of mucinous transmembrane glycoprotein MUC16 | Epithelial ovarian, endometrial, cervical |
CEA (Carcinoembryonic antigen) | Transmembrane glycoprotein | Colorectal, breast, cholangiocarcinoma, ovary, pancreas |
Chromogranin A | Glycoprotein | Neuroendocrine |
HE4 (Human epididymis protein 4) | Glycoprotein | Epithelial ovarian Lung (non-small cell, small cell) |
NSE (Neuronal specific enzyme) | Glycolytic enzyme | Neuroendocrine |
PSA (Prostatic specific antigen) | Glycoprotein | Prostate |
Penanda prediktif adalah faktor (atau beberapa faktor) yang terkait dengan respons terhadap intervensi tertentu, khususnya dapat membantu dokter untuk menghindari risiko toksisitas terkait obat. Marker ini mampu memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risiko efek samping dengan penggunaan obat secara lebih tepat dan efektif. Meskipun tidak terlalu berkorelasi dengan penyakit yang dievaluasi, faktor prediktif ini dapat membuat stratifikasi pasien berdasarkan respons terhadap terapi tertentu. Marker ini membantu dokter dalam memutuskan perawatan yang paling sesuai untuk setiap pasien. Contoh biomarker prediktif yang paling relevan saat ini dalam praktik klinis sebagai berikut:
Gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) awalnya ditemukan pada kromosom 2 sebagai pasangan fusi dalam translokasi yang ditemukan pada limfoma sel besar anaplastik. Fusi ALK dengan EML4 (echinoderm microtubule-associated protein-like 4) dilaporkan sebagai penataan ulang somatik pada 6,7% kasus adenokarsinoma paru-paru. Perubahan genetik ini merupakan target terapi penting dengan inhibitor tirosin kinase generasi pertama, kedua, dan ketiga (crizotinib, ceritinib, alectinib, brigatinib, dan lorlatinib) yang telah tersedia dalam praktik klinis. Obat-obatan ini aktif baik sebagai pengobatan awal untuk pasien NSCLC (non-small cell lung cancer) yang kecanduan ALK dan pasien yang mengalami amplifikasi lokus ALK sebelum menerima ALK.
EGFR (epidermal growth factor receptor) adalah reseptor tirosin kinase (TKR) yang mengikat beberapa ligan sehingga mengaktifkan beberapa jalur hilir yang mengatur sintesis DNA dan proliferasi sel. Mutasi somatik pada gen ini terutama menargetkan ekson 18-21 telah terdeteksi pada sekitar 10-12% pasien non-Asia dengan adenokarsinoma paru-paru. Mutasi gen EGFR merupakan prediksi respons terhadap obat anti-EGFR seperti erlotinib, gefitinib, osimertinib, dan afatinib yang mewakili standar perawatan untuk pengobatan lini pertama NSCLC lanjut. Erlotinib, gefitinib, dan afatinib adalah penghambat kompetitif aktivitas katalitik EGFR yang saat ini mewakili standar perawatan untuk pengobatan lini pertama NSCLC stadium lanjut atau metastasis lokal. Baru-baru ini, inhibitor tirosin kinase generasi ketiga (TKI) osimertinib yang menargetkan mutasi T790M (menyebabkan kehilangan respon terhadap obat generasi sebelumnya) telah tersedia dalam praktik klinis.
Marker ini adalah protein terikat membran dengan wilayah ekstraseluler yang terdiri dari domain IgV dan domain IgC2. PD-L1 diekspresikan oleh beberapa sel imun termasuk limfosit T, sel dendritik, sel natural killer, sel B, dan monosit. Selain itu, PD-L1 juga dapat ditemukan pada sel epitel, sel endotel pembuluh darah, dan sel dendritik myeloid. Sistem PD-L1/PD-1 memainkan peran ganda dalam perkembangan kanker, karena dapat menekan pertumbuhan tumor tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan neoplastik yang memunculkan mekanisme toleransi imun versus sel kanker. Ketersediaan antibodi monoklonal terhadap PD-1 (pembrolizumab dan nivolumab) atau PD-L1 (atezolizumab dan durvalumab) telah menghasilkan hasil yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pengobatan NSCLC, melanoma, dan kanker ginjal serta menjanjikan manfaat klinis sebagai tambahan pengobatan melawan malignansi lainnya.
Protein RAS adalah GTPase yang berfungsi sebagai tombol biner, yaitu sebagai alternatif mentransduksi sinyal sekaligus mendukung kelangsungan hidup sel, proliferasi, dan migrasi. Terdapat tiga gen berbeda mengkode untuk masing-masing empat isoform protein RAS:
RAS biasanya bergantian antara keadaan terikat-GTP aktif dan keadaan terikat-GDP inaktif. perpindahan dari satu kondisi ke kondisi lain membutuhkan protein tambahan. Faktor pertukaran nukleotida guanin (GEF) mempromosikan aktivasi RAS yang mengkatalisis GDP menjadi substitusi GTP. GTPase activating protein (GAPs) menyebabkan inaktivasi RAS melalui hidrolisis GTP. Setidaknya 11 keluarga efektor RAS diketahui, dua diantaranya banyak ditemukan pada sel mamalia.
Mutasi pengaktifan BRAF jelas merupakan pemicu onkogenik yang paling umum pada kira-kira setengah dari semua melanoma. Regresi tumor dapat dilihat secara dramatis pada pasien yang diobati dengan inhibitor BRAF. Gen BRAF mengkodekan serin/treonin kinase yang terlibat dalam jalur pensinyalan RAS/RAF/MEK/ERK, yang mengatur proliferasi, diferensiasi, dan kelangsungan hidup sel. Mutasi BRAF memiliki implikasi prognostik dan terapeutik yang penting pada pasien dengan melanoma dan kanker kolorektal. BRAF-directed TKIs (BRAFi) seperti vemurafenib dan dabrafenib dikembangkan untuk melanoma yang tidak dapat direseksi atau metastasis.
Amplifikasi HER2 dikaitkan dengan perilaku tumor agresif, berkurangnya respons terhadap terapi tradisional, dan rendahnya kelangsungan hidup. Introduksi trastuzumab dan pertuzumab (humanized HER2-targeting monoclonal antibodies) serta sintesis trastuzumab emtansine telah merevolusi pengobatan pasien dengan kanker payudara positif-HER2 yang menghasilkan hasil yang baik.. Demikian juga untuk pasien dengan HER2-positif gastroesofageal dan kanker lambung yang menerima trastuzumab plus kemoterapi menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kelangsungan hidup.
c-KIT adalah reseptor tirosin kinase (TKR) yang mengenali stem cell factor (SCF) sebagai ligannya. Sekitar 90% tumor stroma gastrointestinal (GIST), c-KIT menunjukkan mutasi titik yang mengarah pada aktivasi c-KIT konstitutif yang menyebabkan perkembangan tumor. Imatinib adalah inhibitor tirosin kinase (TKI) yang mengenali c-KIT yang memblokir aktivitas katalitiknya. c-KIT dapat dianggap mampu memprediksi respon terhadap imatinib.
Penataan ulang ROS1 menggabungkan seluruh domain tirosin kinase dari gen dengan 1 dari 12 pasangan berbeda yang menghasilkan kinase chimeric yang aktif secara konstitutif yang mendorong transformasi sel]. Crizotinib telah dievaluasi pada pasien ROS1-positif dengan hasil yang sangat baik dalam menunjukkan kelangsungan hidup yang meningkat. Selanjutnya, beberapa percobaan sudah mengevaluasi molekul tambahan seperti cabozantinib atau inhibitor ALK lainnya untuk individu yang menunjukkan resistensi terhadap crizotinib.
Gen MET (mesenchymal-epithelial transition) adalah proto-onkogen yang terletak di kromosom 7 pada q31.2, yang mengkode reseptor tirosin kinase yang diaktifkan oleh ligan alami spesifiknya: reseptor faktor pertumbuhan hepatosit (HGFR). Evaluasi MET mengasumsikan peran prognostik dan prediktif dari respons terhadap MET TKI (crizotinib, tepotinib, atau capmatinib). Mutasi gen MET pada tingkat ekson 14 (METex14) diidentifikasi pada sekitar 3% kasus NSCLC. Ini umumnya ditemukan dalam kondisi tertentu: ini biasanya pasien usia lanjut dengan riwayat penggunaan tembakau dan kanker paru-paru dengan histologi pleomorfik (termasuk sarcomatoid) atau adenokarsinoma.
Proto-onkogen NTRK1/23 (masing-masing mengkodekan TRK A/B/C) mempengaruhi kelangsungan hidup dan diferensiasi neuron. Dua gen tersebut dapat menghasilkan oncoprotein fusi yang telah diidentifikasi sebagai pendorong onkogenik pada banyak tumor padat dewasa dan pediatrik. Larotrectinib adalah terapi bertarget molekuler histologi-agnostik dan entrectinib sebagai penghambat selektif lain dari TRK A/B/C, ROS1, dan ALK.
Mengaktifkan alterasi dari kinase yang diatur ulang selama transfeksi (RET) adalah pendorong onkogenik yang dapat ditindaklanjuti secara terapeutik di berbagai jenis kanker. Dua mekanisme aktivasi utama telah dijelaskan untuk RET kinase onkogenik: mutasi titik dan penataan ulang genetik.
TMB (tumor mutation burden) yaitu mengukur jumlah total mutasi dalam genom tumor, yang didefinisikan sebagai jumlah total mutasi titik nonsynonymous.
Tabel 2. Marker prediktif untuk target malignansi
Kanker | Gen | Target Malignansi Inhibitors |
---|---|---|
Paru-paru | ALK, BRAF, PDL-1, EGFR, ROS | ALK inhibitors, EGFR inhibitors, PD-1 inhibitors |
Kolon | WT KRAS, EGFR, BRAF | Anti-EGFR |
Payudara | ER, PGR, HER2 | Hormone Therapy, Anti-Her2 |
Gastrointestinal (GIST) | c-KIT | c-Kit Inhibitors |
Melanomas | BRAF, PDL-1, c-KIT | BRAF inhibitors, PD-1 inhibitors |
Marker surrogate dapat didefinisikan sebagai ukuran efek dari pengobatan spesifik yang mungkin berkorelasi dengan titik akhir klinis tetapi tidak selalu memiliki hubungan yang menjaminkan. Misalnya, sebagian besar terapi bertarget baru-baru ini disetujui untuk praktik klinis karena aktivitas sitostatika yang mengganggu satu atau lebih jalur untuk menghalangi proliferasi, metastasis atau angiogenesis.
Biomarker risiko adalah faktor yang memungkinkan untuk menstratifikasi populasi dalam kelas risiko yang berbeda, terkait dengan risiko kumulatif pengembangan kanker. Hal ini terkait dengan peningkatan atau penurunan kemungkinan kanker Contoh marker risiko, yaitu mutasi sel germinal pada gen BRCA1 dan BRCA2, dua gen yang terlibat dalam rekombinasi homolog yang sangat berkontribusi pada perbaikan DNA untai ganda, sehingga bertindak sebagai penjaga genom. Hilangnya fungsi gen BRCA meningkatkan risiko seumur hidup untuk kemunculan malignansi, terutama kanker payudara dan ovarium.
Berikut kami PT INDOGEN INTERTAMA menawarkan kit One-Step Real-Time PCR untuk berbagai marker deteksi malignansi yang terstandar IVD dari Generi Biotech:
Tabel 3. Generi Biotech kit One-Step Real-Time PCR untuk onkologi
Description | Target | SKU | Size |
---|---|---|---|
gb ONCO CLL | chronic lymphocytic leukemia (CLL) | 3240-010 | 10T |
gb ONCO BCR-ABL MAJOR/ABL | chronic myelogenous leukemia (CML), acute lymphocytic leukemia (ALL) | 3243-048 | 48T |
gb ONCO BCR-ABL MAJOR/ABL | chronic myelogenous leukemia (CML), acute lymphocytic leukemia (ALL) | 3243-096 | 96T |
STANDARD MMR BCR-ABL MAJ | chronic myelogenous leukemia (CML), acute lymphocytic leukemia (ALL) | 3280-004 | 4×20 µL |
gb ONCO BCR-ABL MINOR/ABL | chronic myeoloid leukemia (CML), Ph+ acute lymphoblastic leukemia (ALL) | 3247-048 | 48T |
gb ONCO BCR-ABL MICRO/ABL | neutrophilic-chronic myeloid leukemia (CML-N) | 3248-048 | 48T |
gb ONCO BCR-ABL MAJOR / GUSB | chronic myelogenous leukemia (CML), acute lymphocytic leukemia (ALL) | 3249-048 | 48T |
gb ONCO BCR-ABL MAJOR / GUSB | chronic myelogenous leukemia (CML), acute lymphocytic leukemia (ALL) | 3249-096 | 96T |
gb ONCO BCR-ABL DETECT | some forms of leukemia | 3246-048 | 48T |
gb ONCO JAK2 (V617F) | myeloproliferative neoplasm (MPN) | 3242-024 | 24T |
gb ONCO JAK2 (V617F) | myeloproliferative neoplasm (MPN) | 3242-048 | 48T |
gb ONCO BRAF (V600E) | melanoma, colorectal carcinoma, papillary thyroid carcinoma, hairy cell leukemia, and Langerhans cell histiocytosis | 3241-024 | 24T |
gb ONCO BRAF (V600E) | melanoma, colorectal carcinoma, papillary thyroid carcinoma, hairy cell leukemia, and Langerhans cell histiocytosis | 3241-048 | 48T |
gb ONCO BRAF (V600) | melanoma (metastatic) | 3281-024 | 24T |
gb ONCO BRAF (V600) | melanoma (metastatic) | 3281-048 | 48T |
gb ONCO EGFR (T790M) | non-small-cell lung cancer (NSCLC) | 3245-024 | 24T |
gb ONCO EGFR (T790M) | non-small-cell lung cancer (NSCLC) | 3245-048 | 48T |